Makam Imogiri, Peristirahatan Raja-Raja Mataram

Makam Imogiri, atau Pasarean Imogiri, adalah lokasi peristirahatan terakhir Raja-Raja Mataram dan keluarganya. Kompleks pemakaman ini terletak kurang lebih 16 km di sebelah selatan Keraton Yogyakarta, tepatnya di wilayah Desa Girirejo dan Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Imogiri berasal dari kata hima dan giri. Hima berarti kabut dan giri berarti gunung, sehingga Imogiri bisa diartikan sebagai gunung yang diselimuti kabut.
Pawon Ageng

Alun-Alun Yogyakarta

Semenjak jaman Majapahit, keberadaan alun-alun dalam ruang lingkup kerajaan selalu dipertahankan. Alun-alun adalah manifestasi ruang publik, menjadi bagian tak terpisahkan dari tata ruang ibukota kerajaan. Konsep ini kemudian diadaptasi oleh kota-kota di Indonesia, di mana sebuah ruang terbuka disediakan tepat di depan pusat pemerintahan.
Pangeran Mangkubumi, pendiri Kasultanan Yogyakarta, mahir dalam ilmu filsafat maupun arsitektur. Gabungan dari keahlian-keahlian beliau inilah yang mewarnai struktur tata ruang Kasultanan Yogyakarta dengan simbol-simbol penuh makna.
Bangunan-Bangunan Tamansari

Pada masa lalu, kompleks Tamansari menempati wilayah seluas 10 hektar dan terdiri dari 57 bangunan. Kini kompleks ini sudah jauh berkurang luasnya, sebagian besar dijadikan hunian oleh warga setelah gempa besar meruntuhnya bangunan-bangunannya. Sebagian lagi kini dilestarikan sebagai obyek wisata. Bangunan-bangunan tersebut adalah,
Tamansari

Tamansari, yang berarti taman yang indah, pada mulanya merupakan sebuah taman atau kebun istana Keraton Yogyakarta. Kompleks ini dibangun secara bertahap pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono I. Pembangunan dimulai pada tahun 1758 M, ditandai oleh candra sengkala "Catur Naga Rasa Tunggal" yang menunjuk tahun 1684 Jawa. Sengkalan yang dapat diartikan sebagai "empat naga satu rasa" ini dapat ditemukan di Gapura Panggung, Bagian-bagian penting dari kompleks bangunan diselesaikan pada tahun 1765 M, ditandai candra sengkala "Lajering Sekar Sinesep Peksi" yang menunjuk tahun 1691 Jawa. Sengkalan yang berarti "kuntum bunga dihisap burung" ini dapat ditemui di Gapura Agung dan ornamen beberapa dinding bangunan.
Tamansari memiliki luas lebih dari 10 hektar dengan 57 bangunan di dalamnya. Bangunan-bangunan tersebut berbentuk gedung, kolam pemandian, jembatan gantung, kanal air, danau buatan, pulau buatan, masjid, dan lorong bawah tanah.
Masa Kemasyhuran dan Keruntuhan Tamansari

Selain keraton, bangunan yang pertama-tama dibangun pada masa awal keberadaan Kesultanan Yogyakarta adalah Tamansari. Tamansari didirikan di atas sebuah umbul (mata air) yang dikenal dengan nama Umbul Pacethokan. Pembangunan kompleks taman dan pemandian seluas 1.26 hektar ini diselesaikan selama hampir delapan tahun, dari tahun 1757 hingga 1765.
Proses pembangunan Tamansari yang memakan waktu panjang membuat pembangunan Benteng Vredeburg, benteng permintaan pemerintah kolonial pada Kesultanan Yogyakarta, menjadi tertunda-tunda. Oleh karenanya beberapa orang percaya bahwa pembangunan Tamansari yang berlarut-larut ini digunakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I untuk mengulur waktu.
Tugu Golong Gilig, Simbol Persatuan Raja dan Rakyat

Kagungan Dalem Masjid Gedhe

Pohon Beringin di Keraton Yogyakarta

Toponim Kampung Prajurit di Yogyakarta

Toponim Kampung Abdi Dalem Njaba Beteng

Toponim Kampung Abdi Dalem Njeron Benteng

Benteng Keraton Yogyakarta

Kota-kota kerajaan di pulau Jawa tidak dapat dipisahkan dari benteng. Demikian juga kota-kota kerajaan pada masa Mataram Islam. Semua ibukota kerajaan Mataram Islam mulai dari Kota Gedhe, Plered, Kartasura, Surakarta, hingga Yogyakarta memiliki tembok pertahanan yang mengelilingi keraton. Bahkan dalam bahasa sansekerta, kata kota memiliki makna yang sama dengan benteng.
Keraton Yogyakarta memiliki dua lapis tembok. Lapisan dalam berupa tembok cepuri yang mengelilingi kedhaton, atau kawasan keraton. Tembok berikutnya jauh lebih luas dan kuat, disebut dengan tembok Baluwarti, atau lebih sering disebut hanya sebagai Beteng. Selain kedhaton, tembok Baluwarti juga melingkupi kawasan tempat tinggal kerabat Sultan dan pemukiman Abdi Dalem, area yang kini sering disebut sebagai kawasan Jeron Beteng.
Tata Ruang dan Bangunan Kawasan Inti Keraton Yogyakarta

Masjid Pathok Negara Sebagai Pilar Kasultanan Yogyakarta

Keberadaan masjid menjadi salah satu pilar bagi berdirinya Kasultanan Yogyakarta. Selain Masjid Gedhe yang berada di pusat pemerintahan, Kasultanan Yogyakarta juga membangun masjid di empat penjuru mata angin. Keempat masjid ini disebut sebagai Masjid Pathok Negara.
Secara makna kata, pathok berarti sesuatu yang ditancapkan sebagai batas atau penanda, dapat juga berarti aturan, pedoman ,atau dasar hukum. Sementara negara berarti negara, kerajaan, atau pemerintahan. Sehingga pathok negara bisa diartikan juga sebagai batas wilayah negara atau pedoman bagi pemerintahan negara.