Setelah diproklamasikan pada tanggal 13 Maret 1755 (29 Jumadilawal 1680 TJ), Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat membutuhkan aparatur negara yang berasal baik dari golongan sipil maupun militer. Abdi Dalem merupakan aparatur sipil, sedangkan aparatur militernya adalah prajurit keraton. Abdi Dalem bertugas sebagai pelaksana operasional di setiap organisasi yang dibentuk oleh Sultan. Tanpa adanya Abdi Dalem, roda pemerintahan tidak akan berjalan.
Selain menjalankan tugas operasional pada setiap organisasi di keraton, Abdi Dalem juga merupakan ‘abdi budaya’. Abdi budaya adalah orang yang bisa dan mampu memberi suri tauladan bagi masyarakat luas. Abdi Dalem harus bisa menjadi contoh kehidupan di masyarakat, bertindak berdasarkan unggah-ungguh dan paham akan tata krama. Oleh karena itu, senyum yang selalu merekah, ramah dan sopan santun yang tinggi merupakan hal yang selalu ditunjukan oleh para Abdi Dalem Keraton Yogyakarta.
Ciri khas Abdi Dalem Keraton Yogyakarta terletak pada pakaian. Pakaian atau busana khas Abdi Dalem disebut peranakan. Peranakan berasal dari kata ‘diper-anak-kan’. Artinya menjadi Abdi Dalem akan dianggap seolah-olah satu saudara yang dilahirkan dari seorang ibu. Semua Abdi Dalem pakaiannya sama dan menjalankan tugas tanpa mengenakan alas kaki. Selain itu, Abdi Dalem wanita tidak boleh memakai perhiasan. Semua ini bertujuan untuk meniadakan perbedaan antara si miskin dan si kaya, sehingga semua Abdi Dalem setara kedudukannya. Di samping itu, di dalam keraton, Abdi Dalem dipanggil dengan sebutan “kanca” yang berarti teman atau saudara.
Hal menarik lainnya adalah komunikasi diantara para Abdi Dalem. Bahasa yang digunakan di dalam Keraton Yogyakarta adalah Bahasa “Bagongan”. Bahasa Bagongan berbeda dengan Bahasa Jawa pada umumnya. Dengan Bahasa Bagongan, komunikasi antar Abdi Dalem kemudian tidak mengenal perbedaan derajat dan pangkat.
Abdi Dalem Keraton Yogyakarta dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu: Punakawan dan Kaprajan. Abdi Dalem Punakawan merupakan abdi yang berasal dari kalangan masyarakat umum. Abdi Dalem Punokawan adalah tenaga operasional yang menjalankan tugas keseharian di dalam keraton. Dibagi menjadi 2 golongan, yaitu Abdi Dalem Punakawan Tepas dan Abdi Dalem Punakawan Caos. Abdi Dalem Punakawan Tepas mempunyai jam kerja selayaknya pegawai yang bekerja di kantor, sedangkan Abdi Dalem Punakawan Caos hanya menghadap ke keraton setiap periode sepuluh hari sekali. Hal ini dilakukan untuk menunjukkan tanda hormat dan kesetiaan sebagai abdi.
Abdi Dalem Keprajan adalah mereka yang berasal dari TNI, Polri, dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diterima dan diangkat sebagai Abdi Dalem. Pada umumnya Abdi Dalem Keprajan adalah orang-orang yang telah memasuki masa pensiun kemudian mendarmabaktikan waktu, ilmu dan tenaganya untuk membantu keraton secara suka rela.
Abdi Dalem yang lingkup perkerjaannya paling dekat dengan Sultan adalah Keparak. Kelompok ini umumnya didominasi oleh para Abdi Dalem perempuan. Abdi Dalem Keparak menjadi salah satu kelompok yang paling dekat dengan Sultan karena tugas-tugasnya antara lain: menjaga ruang pusaka, menyiapkan perlengkapan upacara, serta menyiapkan keperluan Sri Sultan, Permaisuri dan Putra-Putri Sultan yang tinggal di dalam keraton.
Sebelum secara resmi disahkan menjadi Abdi Dalem, calon Abdi Dalem akan menjalani proses magang selama 2 tahun. Selama 2 tahun ini para abdi magang akan dinilai mulai dari rajin atau tidaknya untuk sowan ke keraton, tekatnya untuk mengabdi, serta bakat dan juga latar belakang pendidikannya. Setelah dinilai layak untuk menjadi Abdi Dalem baru kemudian diangkat melalui wisuda. Wisuda Abdi Dalem dilaksanakan setiap 2 kali setahun, yaitu pada bulan Bakda Mulud dan Syawal.
Dasar menjadi Abdi Dalem adalah komitmen pribadi. Abdi Dalem yang sudah tidak mampu lagi menjalankan tugas karena usia lanjut, kesehatan, dan sebab-sebab lain akan menjalani proses pemberhentian yang disebut miji. Namun demikian sangat jarang terjadi dimana Abdi Dalem merasa bosan atau mengajukan pengunduran diri.
Berikut beberapa ketentuan terkait miji atau proses pemberhentian Abdi Dalem:
- Miji Sudono Mulyo: telah mengabdi di atas 20 tahun
- Miji Sudono Saroyo: telah mengabdi antara 10-20 tahun
- Miji Tumpuk: lama pengabdian di bawah 10 tahun
- Miji Pocot: diberhentikan dengan tidak hormat sehingga harus mengembalikan gelar yang diberikan oleh Sultan (asma paring Dalem) dan dilarang masuk ke keraton.
Dalam melaksanakan tugasnya para Abdi Dalem Keraton Yogyakarta terikat dengan credo Watak Satriya yang dicetuskan oleh pendiri Keraton Yogyakarta, Pangeran Mangkubumi atau Sri Sultan Hamengku Buwono I. Diantaranya adalah :
- Nyawiji: total, fokus dan selalu berserah kepada tuhan YME.
- Greget: penuh penghayatan & penjiwaa
- Sengguh: percaya diri
- Ora mingkuh: tidak gentar menghadapi ujian dan hambatan.
Menjadi seorang abdi di keraton bukan berarti akan mendapatkan honor yang tinggi. Alasan utama menjadi Abdi Dalem umumnya adalah untuk mendapatkan ketentraman dan kebahagiaan batin. Ada juga yang dilandasi oleh rasa terimakasih sudah diperbolehkan tinggal di tanah milik Sultan. Selain itu, faktor lain yang ingin diperoleh dari menjadi Abdi Dalem adalah untuk mendapatkan berkah Dalem. Menurut para Abdi Dalem, ada saja rejeki yang datang dan dapat mencukupi kebutuhan keluarganya setelah menjadi Abdi Dalem.
Seiring dengan perkembangan jaman dimana keraton memerlukan banyak tenaga profesional, dewasa ini banyak Abdi Dalem yang memiliki pendidikan tinggi. Latar belakang pendidikannya beragam, mulai dari bidang seni, hingga komputer dan akuntansi. Hal ini menunjukkan bahwa Abdi Dalem tidak selalu identik dengan orang-orang lanjut usia dan berpendidikan rendah. Abdi Dalem adalah orang-orang yang memiliki wawasan budaya, keahlian sekaligus dedikasi yang tinggi.
Pada akhirnya, keberadaan Abdi Dalem sangat berarti. Tidak saja untuk mendukung keberlangsungan segala aktifitas di dalam keraton, tetapi juga menjadi benteng perilaku pada jaman yang semakin cepat berubah.