GKR Hemas, Kekuatan Perempuan untuk Kebaikan

Sejak awal berdiri, Kasultanan Yogyakarta menempatkan perempuan sebagai mitra setara dalam pemerintahan maupun pengembangan kebudayaan. Sejarah mencatat beberapa permaisuri yang berperan besar mengatur negara dan berkarya untuk masyarakat luas. Ratu Kencana Wulan, permaisuri Sri Sultan Hamengku Buwono II, contohnya, mahir dalam mengelola keuangan negara. Sementara, Ratu Emas, permaisuri Sri Sultan Hamengku Buwono III, merupakan cendekiawan yang memprakarsai penyusunan naskah-naskah keraton. Ratu Ageng, permaisuri Sri Sultan Hamengku Buwono VI, memperkaya khasanah sastra dengan menyusun delapan naskah keraton.
KPH Yudahadiningrat,‘Prajurit’ yang Tak Berhenti Mengabdi

Brigjen (Purn) RM Nuryanto, SH dapat dibilang telah mencapai segalanya. Sebagai prajurit TNI AD, beliau sudah meraih pangkat tertinggi di korpsnya. Di Keraton Yogyakarta, beliau telah menyandang gelar KPH (Kanjeng Pangeran Haryo), pangkat tertinggi untuk Abdi Dalem. Keempat anaknya pun telah mapan dengan karier cemerlang masing-masing. Namun, beliau tak berniat berleha-leha, justru makin bersemangat mengabdi di keraton untuk memberi manfaat pada masyarakat. Kaya pengalaman tak membuat mantan Staf Ahli Kepala Staf AD ini tinggi hati. Kanjeng Yuda merasa harus terus belajar dan menjadikan keraton sebagai sumber pengetahuan tanpa batas.
KPH Suryahadiningrat, Sang Penjaga Keamanan Keraton Yogyakarta

Keraton Yogyakarta sebagai pusat kebudayaan Jawa dan salah satu bangunan paling bersejarah di Indonesia membutuhkan pengamanan serius. Tidak hanya terkait fisik, namun juga seluruh aktivitas sosial di dalamnya. KPH Suryahadiningrat, Penghageng II Kawedanan Hageng Punakawan Puraraksa, adalah pimpinan yang bertanggung jawab atas keamanan keraton berikut setiap acara di lingkupnya.
KPH Notonegoro, Pengusung Kebudayaan Keraton ke Panggung Dunia

Muda, cerdas, berintegritas, dan berwawasan internasional. Sosok Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Notonegoro seolah mewakili citra generasi Keraton Yogyakarta saat ini. Jabatan Penghageng KHP Kridhomardowo sungguh pas disandang oleh suami Gusti Kanjeng Ratu Hayu ini. Selain memiliki kecintaan besar terhadap budaya tradisional, beliau juga menguasai manajemen modern yang mampu mengangkat divisi kebudayaan keraton tersebut ke tataran internasional.
KPH Wironegoro, Pengelola Sumber Daya Manusia di Keraton Yogyakarta

Memimpin hampir tiga ribu Abdi Dalem keraton, mengayomi dua ribuan nelayan Yogyakarta, berkontribusi dalam bidang pendidikan, serta terlibat beragam kegiatan pengembangan seni dan budaya, KPH Wironegoro kaya pengalaman dalam berbagai bidang.
GKR Mangkubumi, Penjaga Inti Kebudayaan Keraton Yogyakarta

Menjadi anak sulung, terlebih dari keluarga raja, tentu dilekati tantangan luar biasa. “Banyak beban dan tugas yang dipikul,” tutur Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi, putri pertama Sri Sultan Hamengku Buwono X dengan permaisuri GKR Hemas. Di sisi lain, beliau menyatakan bahwa tanggung jawab sebesar apa pun bisa dijalani dengan baik asal didasari ketulusan.
GKR Condrokirono, Putri Tangguh Pengelola Sekretariat Keraton Yogyakarta

Dilahirkan dalam keluarga berstatus tinggi berarti memikul tanggung jawab yang tinggi juga. Demikian pula yang dialami kelima Putra Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono X. Masing-masing memiliki peran dan tugas sosial yang tidak enteng, di dalam maupun di luar keraton.
GKR Maduretno, Putri Tengah Yang Dekat Dengan Sang Ayah

Bernama kecil Gusti Raden Ajeng Nurkamnari Dewi, putri ketiga Sultan Hamengku Buwono X ini mendapat gelar Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Maduretno setelah menikah dengan Kanjeng Pangeran Haryo Purbodiningrat. Saat ini beliau menjabat Penghageng ll Kawedanan Hageng Punakawan Parasraya Budaya dan Penghageng Tepas Danartapura.
Gusti Kanjeng Ratu Hayu, Menjaga Tradisi dengan Teknologi

Putri keempat Sri Sultan Hamengku Buwono X dengan GKR Hemas ini sejak kecil akrab dengan teknologi. Sosok yang tegas dan sederhana ini kerap dijuluki sebagai putri keraton era milenial. Tugasnya sebagai Penghageng di Tepas Tandha Yekti, Keraton Yogyakarta mempunyai misi untuk menjaga kekayaan tradisi melalui pemanfaatan teknologi. Sesaat sebelum menikah dengan Angger Pribadi Wibowo (kelak Kanjeng Pangeran Haryo Notonegoro) pada tahun 2013, nama Gusti Kanjeng Ratu Hayu (GKR Hayu) resmi disematkan kepadanya.
GKR Bendara, Sosok Pembaharu Wisata Budaya Keraton Yogyakarta

Berpendidikan tinggi, lincah berorganisasi, gigih berbisnis, cermat mengelola kegiatan keraton, dan sepenuh kasih mengurus keluarga. Demikianlah karakter putri keraton pada era milenial ini. Kelima putri Sri Sultan Hamengku Buwono X memiliki banyak sekali urusan di dalam dan di luar tembok keraton. GKR Bendara, sang putri bungsu tak terkecuali.
KRT Jayaningrat, Garda Terdepan Syiar Agama dan Budaya

Sebagai kerajaan Islam, Keraton Yogyakarta memiliki banyak masjid yang tersebar di berbagai daerah, bahkan hingga Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Untuk memelihara pusaka-pusaka tersebut, dibutuhkan tim dan manajemen khusus.
Uyon-Uyon Hadiluhung Senin Pon 13 Januari 2020

Uyon-Uyon Hadiluhung merupakan acara yang rutin digelar setiap Senin Pon malam Selasa Wage untuk memperingati hari kelahiran (Wiyosan Dalem) Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Mas Riyo Dwijo Suwarno, Panji Prajurit yang Menjunjung Budaya

Mengabdi sejak 1989, Mas Riyo Dwijo Suwarno merupakan salah satu Abdi Dalem tertua yang masih aktif, bahkan bersemangat mengemban tugasnya. Pria bernama asli Dalidjo ini menjabat panji satu (pemimpin pasukan tertinggi) bergada prajurit Nyutra.
Rincian dan Jadwal Acara Sekaten 2019

Setiap tahun, Keraton Yogyakarta menggelar Hajad Dalem Sekaten pada tanggal 6 hingga 12 Mulud berdasarkan Kalender Jawa Sultan Agungan. Hajad Dalem Sekaten dibuka dengan prosesi Miyos Gangsa dan ditutup dengan prosesi Kondur Gangsa. Pagi hari berikutnya, yang merupakan tanggal lahir Nabi Muhammad SAW dalam Tahun Jawa, diperingati dengan Hajad Dalem Garebeg Mulud.
Nyi Raden Wedana Probo Sekardhatu, Abdi Dalem Tepas Pariwisata yang Mencintai Budaya Jawa

Sebagai lembaga budaya Jawa, keraton Yogyakarta tak putus menjalankan adat dan tradisi. Seiring perkembangan zaman, modernitas tak ditolak; justru dirangkul. Nyi Raden Wedana Probo Sekardhatu merupakan salah satu Abdi Dalem muda yang menyadari perkembangan teknologi harus diikuti dan dimanfaatkan untuk pengembangan budaya. Bekerja di tepas Pariwisata, ia menangani banyak urusan yang kurang bisa ditangani oleh Abdi Dalem sepuh, terutama terkait administrasi berbasis komputer dan internet.
Nyi Raden Wedana Kismaretnapuspita, Jiwa Milenial di Keraton Yogyakarta

Witing tresna, jalaran saka kulina. Cinta bisa tumbuh karena interaksi terus menerus. Agaknya inilah latar belakang terpanggilnya RA. Nadia Ayu Cahyaningtyas untuk mengabdikan diri di Keraton Yogyakarta pada usia yang masih terhitung belia.
Oki Priajitama, Yang Muda Yang Melanggengkan Budaya

Seragam indah menawan mata, musik eksotis, cara berbaris unik, senjata tradisional, serta panji-panji megah. Ada banyak alasan bregada prajurit keraton begitu memikat dan dipuja banyak orang. Pawai prajurit keraton dalam tiap upacara Garebeg sangat dinanti dan menjadi salah satu jiwa perhelatan itu sendiri.
Mas Penewu Susilomadya, Pembaharu Karawitan Keraton Yogyakarta

Mas Jajar Cermogupito, Dalang Muda Pewaris Nilai Budaya

KRT Wiroguno, Seniman Besar Keraton Yogyakarta

Mas Bekel Surakso Hargolawu, Pelestari Tradisi di Gunung Lawu

Kalender Jawa Sultan Agungan

KRT Purwowinoto, Tangan Dingin bagi Rumah Tangga Keraton Yogyakarta

KRT Condrowasesa, Mengajar Tari dan Menghidupkan Budaya

Mas Bekel Ngabdul Wahab, Pemelihara Nilai-Nilai Islam Keraton Yogyakarta

Hardo Wijoyopadmo Matoyo, Antep dalam Tekad dan Kosong dalam Pamrih

Raden Jajar Hardo Wijoyopadmo Matoyo belum lama menjadi Abdi Dalem di Kawedanan Hageng Punokawan Kridamardhawa, namun pengabdiannya pada keraton dan seni klasik gaya Yogyakarta telah ia lakoni jauh sebelumnya. Hardo merupakan penari tradisi Yogyakarta yang telah menyemarakkan puluhan panggung nusantara maupun mancanegara.
Lahir dalam keluarga penari, pemilik nama asli Sri Wigihardo Handono Putra ini akrab dengan tari sejak belia. “Bapak Ibu penari semua. Saya belajar melalui melihat, lama-lama suka.”
KRT Pujaningsih, Sang Penjaga Tari Pusaka

Keraton Yogyakarta memiliki pusaka berharga yang tak terhitung banyaknya. Pusaka-pusaka itu tak hanya berupa materi ragawi, namun juga intangible asset, seperti karya seni. Tari klasik yang diciptakan secara khusus oleh raja-raja dan bangsawan Jawa di masa lampau adalah salah satunya. Tari-tari adiluhung tersebut begitu rumit sehingga tak sembarang penari dapat membawakannya, apalagi memahami nilai historis dan filosofisnya. Pelestarian pusaka semacam ini menjadi tugas sejarah bagi keberlangsungan pusaka itu sendiri.
KRT Pujaningsih mencintai tari sejak belia. Kini, di usianya yang sudah berkepala tujuh, ia menjadi salah satu dari beberapa penjaga warisan budaya tersebut. Perempuan yang bernama asli Theresia Suharti ini bertugas sebagai pamucal –pengajar- tari di keraton. Namun, pengabdiannya pada tari sudah dimulai jauh sebelum itu.
Nyi Mas Bekel Larasati, Sinden Muda yang Terus Belajar dan Berbagi

Menjadi Abdi Dalem adalah panggilan jiwa. Mungkin itulah yang dialami oleh Sri Wahyuningsih, pesinden profesional yang memilih untuk bergabung dengan keraton dan membaktikan diri meski ia sudah cukup sibuk dengan berbagai macam kegiatan.
Sri Wahyuningsih, atau biasa dipanggil Mbak Wahyu, diwisuda menjadi Abdi Dalem pada tahun 2016 dengan pangkat jajar, pangkat paling awal, setelah sebelumnya magang selama kurang lebih setengah tahun. Ia menjadi salah satu Abdi Dalem di Kawedanan Hageng Punokawan (KHP) Kridha Mardawa dan bertugas sebagai pesinden. Nyi Mas Larasati adalah nama Paring Dalem untuknya. Saat ini ia telah berpangkat bekel.
Pengaruh Eropa dalam Musik Keraton Yogyakarta

KRT Pakukusuma, Penjaga Pustaka Keraton Yogyakarta

Mas Ngabehi Surakso Budoyo, Penjaga Situs Dlepih

Labuhan merupakan upacara adat yang secara rutin dilakukan oleh Keraton Yogyakarta. Upacara ini dilakukan di tempat-tempat tertentu yang dikenal sebagai Patilasan. Tempat-tempat yang memiliki arti khusus bagi keraton hingga perlu dirawat.
Tempat-tempat tersebut adalah Pantai Parangkusuma, Gunung Merapi, Gunung Lawu, dan Dlepih. Labuhan dilaksanakan setiap tahun untuk memperingati Tingalan Jumenengan Dalem, peringatan kenaikan takhta Sultan berdasar kalender Jawa. Khusus di Dlepih, tepatnya di Kahyangan, Labuhan hanya diselenggarakan saat Labuhan Ageng (besar) yang jatuh tiap sewindu atau delapan tahun sekali yang bertepatan pada tahun Dal.
Lokasi-lokasi labuhan dijaga dan dipelihara oleh juru kunci yang diangkat sebagai Abdi Dalem oleh keraton. Di Kahyangan, Dlepih, Kecamatan Tirtomoyo, Wonogiri, salah satu Abdi Dalem yang ditugaskan untuk menjaganya adalah Mas Ngabehi Surakso Budoyo.
Geger Sepehi

KPH Pujaningrat, Duta Yogyakarta di Pentas Dunia

KPH Pujaningrat tak bisa dilepaskan dari kesenian, khususnya tari. Sejak usia belia ia menggeluti kesenian, dan kini di usianya yang sudah lebih dari 70 tahun perhatiannya terhadap bidang ini tak surut.
“Waktu SMP saya sudah menjadi ketua bagian kesenian,” tutur Penghageng II Kawedanan Hageng Sri Wandawa ini. “Di SMA juga begitu. Bahkan di UGM saya termasuk yang mendirikan unit kegiatan tari, Swagayugama.”
Kepiawaiannya dalam menari gagrak Yogyakarta telah membawanya melanglang Nusantara bahkan dunia. Ia pun terlibat dalam momen-momen penting, seperti penyerahan kedaulatan Irian Barat dari Belanda ke Indonesia.
“(Waktu kuliah) saya pernah dikirim ke Irian Jaya pas penyerahan kedaulatan dari Belanda ke Indonesia bersama-sama dengan mahasiwa dari universitas Indonesia, universitas Padjajaran, dan universitas Udayana untuk pentas di sana.”
Nyi ML Hamong Harjomulyo Sarjoyo, Cermin Perempuan Indonesia di Keraton Yogyakarta

Sama seperti pekerja di bidang lain, Abdi Dalem keraton seringkali harus mengkompromikan tugas mencari nafkah dan mengurus keluarga. Tak heran beberapa Abdi Dalem kerap membawa anak atau cucu mereka saat bertugas. Keraton yang menghargai nilai-nilai keluarga dan memperhatikan kesejahteraan Abdi Dalem-nya tidak mempermasalahkan hal ini selama tak ada tata krama yang dilanggar.
Nyi Mas Lurah Hamong Harjomulyo Sarjoyo atau biasa dipanggil Bu Tutik, karena nama aslinya adalah Semi Astuti, adalah salah satu Abdi Dalem yang sering membawa anaknya bertugas di keraton. Mela, putri kecilnya, menjadi sumber kelucuan dan keceriaan di lingkungan kerja ibunya. Gadis cilik berusia delapan tahun ini tak pernah rewel bila mengikuti sang bunda bekerja. Malah sebaliknya, bila libur sekolah tiba, ia tak sabar meminta ibunya agar diajak ke keraton. Rupanya bocah ini sangat menikmati suasana keraton yang tenang dan menyenangkan.
Pepatih Dalem Kesultanan Yogyakarta

Nyi KRT Hamong Tedjonegoro, Tekun Menjaga Tradisi

Sejarah Dokumentasi Visual Keraton Yogyakarta

KRT Widyawinata, Penjaga Kekayaan Pengetahuan Keraton

RM Pramutomo

Takhta Yogyakarta dan Gelombang Zaman
