Hajad Kawula Dalem Mubeng Beteng 1 Sura Jimawal 1957 Kembali Diselenggarakan Secara Langsung
Lampah Budaya Mubeng Beteng guna menyambut pergantian tahun baru Jawa 1 Sura Jimawal 1957, kembali digelar pada hari Rabu (19/07), setelah tiga tahun tidak diselenggarakan dikarenakan pandemi Covid-19. “Lampah Budaya Mubeng Beteng dilakukan dengan tapa bisu atau tanpa berbicara sebagai sarana introspeksi diri atas apa yang terjadi setahun yang lalu, sembari berjalan kaki mengelilingi benteng keraton. Tentunya ini berbeda dengan budaya di Eropa yang menyelenggarakannya dengan sukacita,” ujar KRT Kusumanegara.
KRT Kusumanegara juga menyampaikan terdapat perbedaan perayaan malam 1 Sura dengan kalender nasional. Hal ini dikarenakan kalender nasional menggunakan tahun Hijriyah, sedangkan Keraton Yogyakarta memakai kalender Sultan Agungan yang merupakan penggabungan antara tahun Hijriyah dan Saka dengan perhitungan tertentu.
Sebelum lampah budaya dimulai, berlangsung serangkaian acara di pelataran Kamandungan Lor (Keben) mulai pukul 20.30 WIB. Diawali dengan lantunan Kidung Pandonga atau tembang macapat oleh para Abdi Dalem. Terdapat beberapa kidung yang ditembangkan antara lain Kidung Pandonga, Kidung Tolak Balak, dan Werdining Surat Al Fatihah. Pembacaan macapat selesai saat KPH Purbodiningrat hadir untuk membuka acara. Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Dian Lakshmi Pratiwi, S.S., M.Hum turut hadir pada agenda tersebut.
KPH Purbodiningrat kemudian menyampaikan sambutan untuk melepas para Abdi Dalem dan masyarakat umum yang akan melakukan Lampah Budaya Mubeng Beteng. Dalam sambutannya, Kanjeng Purbo berharap agar semuanya diberi kelancaran dan keselamatan hingga acara berakhir. “Mugi sedaya saged lancar ngantos paripurna,” ujar suami dari GKR Maduretno.
Menjelang pemberangkatan, dilakukan penyerahan dwaja (bendera) yang terdiri dari bendera Merah Putih, bendera Gula Klapa (bendera Kasultanan), dan Klebet Budi Wadu Praja (DI Yogyakarta). Disertakan juga lima bendera yang merepresentasikan kabupaten dan kotamadya, yakni Klebet Bangun Tolak (Yogyakarta), Mega Ngampak (Sleman), Podang Ngisep Sari (Gunungkidul), Pandan Binetot (Bantul), dan Pareanom (Kulon Progo).
Rombongan berangkat ditandai dengan bunyi lonceng Kamandhungan Lor sebanyak 12 kali atau tepat pukul 24.00 WIB. Para Abdi Dalem yang membawa dwaja berada di barisan depan, diikuti oleh Abdi Dalem lainnya dan masyarakat umum. Adapun rute yang ditempuh adalah Kamandhungan Lor, Ngabean, Pojok Beteng Kulon, Plengkung Gading, Pojok Beteng Wetan, jalan Ibu Ruswo, Alun-Alun Utara, lalu kembali lagi ke Kamandhungan Lor.
Antusiasme masyarakat dalam prosesi Lampah Budaya Mubeng Beteng begitu besar, hal ini dikarenakan sudah tiga tahun ditiadakan, seakan mengobati rasa masyarakat akan kegiatan budaya ini. Selain itu terlihat juga pada panjangnya barisan rombongan dan padatnya setiap ruas jalan yang dilalui. Tidak hanya dari Yogyakarta, terdapat pula peserta Lampah Budaya Mubeng Beteng yang berasal dari kota lain maupun mancanegara.
MOST READ
- Pentas Wayang Wong Gana Kalajaya, Perkuat Hubungan Diplomatik Indonesia-India
- Peringati Hari Musik Sedunia, Keraton Yogyakarta Gelar Royal Orchestra dan Rilis Album Gendhing Soran Volume 1
- Talk Show: Kendhangan Ketawang Gaya Yogyakarta dan Launching Kendhangan Ketawang
- Bojakrama, Pameran Jamuan di Keraton Yogyakarta Usai Digelar
- Tetap Patuhi Prokes, Pembagian Ubarampe Gunungan Garebeg Besar Digelar Terbatas