Garebeg Mulud 2023/Jimawal 1957, Ajang Regenerasi di Keraton Yogyakarta
Keraton Yogyakarta melaksanakan Garebeg Mulud Jimawal 1957 (28/9) untuk peringati hari lahir Nabi Muhammad SAW. Penyelenggaraan Upacara Garebeg Mulud tahun ini kembali seperti sediakala, bahkan pola ini telah dilakukan sejak Garebeg Besar 2023. Sejak pandemi merebak rangkaian upacara dilakukan sederhana di Bangsal Srimanganti dengan membagikan ubarampe pareden, namun kini digelar dengan berbagai seremoni adat.
Masyarakat Yogyakarta menandai dimulainya rangkaian upacara Hajad Dalem Garebeg Mulud dengan dilaksanakannya prosesi Miyos Gangsa. Sejak gamelan pusaka berada di Bangsal Pagongan dan ditabuh secara bergantian, masyarakat dari Yogyakarta dan sekitarnya berangsur-angsur merayakan momentum Sekaten dengan mengunjungi kompleks Masjid Gedhe. Puncak dari rangkaian upacara ini adalah Garebeg Mulud yang digelar setelah prosesi Kondur Gangsa pada malam harinya.
Pada kali kedua penyelenggaraan Hajad Dalem Garebeg, terdapat penyesuaian baru. Semula kesatuan prajurit berkumpul di kompleks Pratjimosono sebelum prosesi dimulai, kini beralih ke kompleks Kamandungan Kidul. Pada upacara Garebeg Mulud tahun ini tampak berbeda. Pasalnya terlihat beberapa wajah baru dalam kesatuan prajurit yang bertugas mengawal pareden gunungan menuju Kagungan Dalem Masjid Gedhe maupun ke Kepatihan. Tampak beberapa Abdi Dalem prajurit yang tergolong muda di masing-masing kesatuan. Terlihat pula upaya untuk mengembalikan fungsi dan peran dari masing-masing kesatuan prajurit, salah satunya dari kesatuan Nyutra. Hajad Dalem Garebeg Mulud 2023 seolah menjadi ajang regenarasi bagi keraton.
Tidak hanya pada prajurit, regenerasi juga terjadi pada kapten dari masing-masing kesatuan.
RM Drasthya Wironegoro, putra dari GKR Mangkubumi bertugas menjadi Kapten dari Kesatuan Prajurit Wirabraja. Sementara RM Gustilantika Marrel Suryokusumo, putra dari GKR Condrokirono bertugas sebagai Kapten dari Kesatuan Prajurit Mantrijero. Sejak Garebeg Besar 2023, KPH Notonegoro pun telah bertugas sebagai Manggalayudha.
“Garebeg Mulud Jimawal ini menjadi salah satu cara untuk mengenang kelahiran Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Tidak hanya mengenang sosok beliau, tetapi keteladanan yang diajarkan olehnya. Momentum Garebeg juga merupakan perintah dari Ngarsa Dalem untuk terus melestarikan tradisi dan budaya yang ada sejak Sri Sultan Hamengku Buwono I,” ungkap KRT Zhuban Hadiningrat.
Dari segi upacara, rangkaian prosesi Garebeg Mulud dilaksanakan dengan khidmat tanpa mengurangi esensi dari Hajad Dalem. Prosesi dimulai dengan barisan prajurit yang mengawal keluarnya Gunungan. Tujuh Gunungan yang banyak macam dan isinya dikirab dari dalam keraton menuju Masjid Gedhe. Setelah Gunungan selesai didoakan oleh Kiai Penghulu, maka khalayak pun akan beramai-ramai mendapatkan ubarampe pareden yang ada di gunungan tersebut. Masyarakat meyakini bahwa dengan mendapatkan makanan atau ubarampe yang telah dibacakan doa, akan mendapatkan Berkah Dalem. Inilah wujud rasa keyakinan dari rakyat kepada rajanya.
MOST READ
- Pentas Wayang Wong Gana Kalajaya, Perkuat Hubungan Diplomatik Indonesia-India
- Peringati Hari Musik Sedunia, Keraton Yogyakarta Gelar Royal Orchestra dan Rilis Album Gendhing Soran Volume 1
- Talk Show: Kendhangan Ketawang Gaya Yogyakarta dan Launching Kendhangan Ketawang
- Bojakrama, Pameran Jamuan di Keraton Yogyakarta Usai Digelar
- Tetap Patuhi Prokes, Pembagian Ubarampe Gunungan Garebeg Besar Digelar Terbatas