Gunungan Garebeg Mulud, Simbol Kekayaan Hasil Bumi
Tembakan salvo Bregada Ketanggung dan Nyutra menandai keluarnya tujuh buah Gunungan Garebeg Mulud dari dalam keraton, Senin (16/09) sebelum selanjutnya dibagikan ke empat lokasi. Setelah didoakan oleh Kanca Kaji dan Urusan Pengulon, Gunungan Kakung, Estri, Gepak, Dharat, dan Pawuhan masing-masing satu buah, dibagikan ke masyarakat di halaman Kagungan Dalem Masjid Gedhe. “Gunungan tersebut akan dikeluarkan secara berurutan dari Keraton Yogyakarta sesuai dengan urutan tadi,” ungkap KRT Rintaiswara selaku Penghageng II Kawedanan Widya Budaya.
Di luar Masjid Gedhe, terdapat satu Gunungan Kakung yang dibagikan ke Pura Pakualaman. Sementara untuk Kepatihan dan Ndalem Mangkubumen, dibagikan ubarampe berupa sujen rengginang sejumlah masing-masing 100 buah.
Pada Garebeg Mulud kali ini, Gamelan Gangsa Kiai Guntur Sari miyos dari keraton atas Dhawuh Dalem, untuk mengiringi Bregada Nyutra yang menari tayung menuruni tangga dari Sitihinggil Lor menuju Tratag Rambat Bangsal Pagelaran. Demikian halnya, digunakan sebagai irama pengiring Citralata dan Pralata, yang menari di depan arak-arakan gunungan sebagai simbol tolak bala. Abdi Dalem berpangkat lurah ini bertugas mengantarkan pareden gunungan. Mereka berjalan di depan rangkaian gunungan sambil menari dan bertingkah lucu. Untuk menunjukkan keagungan Hajad Dalem, dipasang pula umbul-umbul Gula Klapa (merah putih), simbol Keprabon Dalem dan umbul-umbul rontek berwarna-warni, perlambang kesatuan Kanayakan keraton. Hadirnya Kiai Guntur Sari, Citralata dan Pralata, serta aneka umbul-umbul ini direvitalisasi dalam rangka menguatkan komitmen Keraton Yogyakarta dalam melestarikan kebudayaan.
Selain empat gunungan yang dibagikan di halaman Masjid Gedhe, terdapat satu buah Gunungan Gepak yang dibagikan di sisi utara Kompleks Masjid Gedhe, yakni Urusan Pengulon. Berbeda dengan yang lainnya, gunungan ini berisi keranjang-keranjang yang memuat lima jenis kue kecil yang terdiri dari lima jenis warna seperti wajik, jadah, lemper, roti bolu, dan bolu emprit. Di dalamnya, diletakkan pula buah-buahan terdiri dari dua biji, berpasangan sebagai satu jodoh seperti pepaya, bengkuang, mangga, nanas, pisang, dan sebagainya. Kue dan buah-buahan tersebut tidak disusun meninggi namun hanya diletakkan saja pada jodhang dan diselimuti dengan kain bangun tulak sehingga tampak sebagai tonjolan-tonjolan tumpul (gepak). Sebab itulah gunungan ini disebut sebagai Gunungan Gepak.
Setiap upacara Garebeg yang diselenggarakan oleh Keraton Yogyakarta selalu ditandai dengan munculnya gunungan. Gunungan ini memuat beragam jenis makanan dan hasil bumi yang disusun menyerupai bentuk sebuah gunung sebagai bentuk sedekah dari raja kepada rakyatnya. “Sayuran serta palawija yang menjadi bahan dalam Gunungan melambangkan bahwa sejatinya kita adalah masyarakat agraris,” imbuh KRT Rintaiswara.
MOST READ
- Pentas Wayang Wong Gana Kalajaya, Perkuat Hubungan Diplomatik Indonesia-India
- Peringati Hari Musik Sedunia, Keraton Yogyakarta Gelar Royal Orchestra dan Rilis Album Gendhing Soran Volume 1
- Talk Show: Kendhangan Ketawang Gaya Yogyakarta dan Launching Kendhangan Ketawang
- Bojakrama, Pameran Jamuan di Keraton Yogyakarta Usai Digelar
- Tetap Patuhi Prokes, Pembagian Ubarampe Gunungan Garebeg Besar Digelar Terbatas