Peringati Ke-278 Tahun Hadeging Nagari, Momentum Refleksi Kebijaksanaan Peradaban Yogyakarta
Keraton Yogyakarta baru saja menggelar peringatan ke-278 tahun Hadeging Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat pada Minggu Pahing (01/12) atau 29 Jumadilawal Je 1958 dalam kalender Jawa. Hadeging Nagari merupakan momentum bersejarah berdirinya negara dan pemerintahan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang ditandai melalui deklarasi berdirinya Nagari Ngayogyakarta oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I pada tanggal 13 Maret 1755 atau 29 Jumadilawal 1680.
Mengawali serangkaian acara, serombongan Abdi Dalem Kanca Kaji dan Pengulon berziarah serta doa bersama ke makam pendiri sekaligus raja pertama Kesultanan Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono I, di Pajimatan Imogiri, Bantul pada Sabtu Legi pagi (30/11). Kegiatan dilanjutkan pada malam harinya, dengan mujahadah akbar dan doa bersama sebagai wujud rasa syukur atas nikmat dari Allah SWT di Kagungan Dalem Masjid Gedhe. Pada hari Minggu Pahing pagi (01/12), prosesi pembacaan Al-Qur’an dan Semakan juga dilangsungkan usai Salat Subuh hingga menjelang Salat Isya. Pada malam puncaknya, diselenggarakan tausiah yang diisi langsung oleh Kiai Ahmad Rofiq, M.Ag dan turut dihadiri oleh Gus Muwafiq.
Dalam sambutan peringatan Hadeging Nagari, Sri Sultan Hamengku Bawono Ka 10 menuturkan bahwa, “Sejarah jangan pula dipandang sebagai arsip peristiwa semata melainkan cermin yang merefleksikan kebijaksanaan peradaban, agar umat manusia tidak mengulang kesalahan yang sama.”
Tidak hanya bagi keraton, peristiwa Hadeging Nagari mengandung makna mendalam bagi masyarakat Yogyakarta, mengingat Keraton Yogyakarta masih berdiri kokoh sejak Perjanjian Giyanti dan masih bertahan sampai saat ini. Hal ini senada dengan pernyataan dari Mas Wedana Ngabdul Wahab dari Kanca Kaji, “Sangat istimewa sekali, masyarakat Yogyakarta mengikut apa yang dilakukan keraton, mengikuti kebijakan dan dhawuh dari Ngarsa Dalem. Sangat bagus, istimewa, masyarakat mengikuti.”
Momentum Hadeging Nagari tahun ini mengangkat tema “Menjaga Sejarah dan Tradisi Menata Budaya dan Peradaban”, dengan harapan sebagai upaya berkelanjutan dalam melestarikan sejarah dan nilai-nilai budaya sebagai fondasi peradaban.
Tidak hanya oleh keluarga Keraton Yogyakarta, peristiwa Hadeging Nagari turut diperingati oleh seluruh masyarakat untuk bersama-sama memanjatkan doa dan memohon keselamatan serta berkah bagi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Berbagai kegiatan pendukung juga dilaksanakan, terutama bagi masyarakat yang tinggal di seputar Masjid Pathok Negara, dengan melakukan Pinuwunan atau Sugengan, pemanjatan doa Hadeging Nagari, lantunan selawat, dan sedekah. Hal ini merupakan wujud rasa syukur masyarakat Yogyakarta terhadap berdirinya Ngayogyakarta Hadiningrat.
MOST READ
- Pentas Wayang Wong Gana Kalajaya, Perkuat Hubungan Diplomatik Indonesia-India
- Peringati Hari Musik Sedunia, Keraton Yogyakarta Gelar Royal Orchestra dan Rilis Album Gendhing Soran Volume 1
- Talk Show: Kendhangan Ketawang Gaya Yogyakarta dan Launching Kendhangan Ketawang
- Bojakrama, Pameran Jamuan di Keraton Yogyakarta Usai Digelar
- Tetap Patuhi Prokes, Pembagian Ubarampe Gunungan Garebeg Besar Digelar Terbatas