Nyi MW Retno Rahayuningsiwi, Sekretaris Kepercayaan Sri Sultan HB Ka 10 dan Keluarga
- 25-10-2022
Veronica Rahayuningsiwi, biasa dipanggil Ibu Yuni, bertugas sebagai sekretaris pribadi Sri Sultan Hamengku Bawono Ka 10 sejak 1 Desember 1989. Melintas dekade, ia menjadi salah satu sosok kunci di balik kelancaran kegiatan Ngarsa Dalem dan keluarga. Tugas utamanya adalah mengurusi dokumen administratif dan keuangan.
Meski sudah menjadi sekretaris selama puluhan tahun, baru pada 7 Januari 2019, Bu Yuni diwisuda sebagai Abdi Dalem dengan Nama Paring Dalem, Nyi Mas Wedono Retno Rahayuningsiwi. “Sebenarnya sejak saya menjadi sekretaris beliau, ada beberapa Abdi Dalem yang bertanya mengapa tidak menjadi Abdi Dalem? Saya bilang menyandang Nama Paringan Dalem itu bukan hal yang mudah karena perlu tanggung jawab dan (ada) risiko yang harus saya emban,” kata Bu Yuni.
Ia mengakui menjadi Abdi Dalem merupakan kehormatan, tetapi juga memandangnya sebagai amanat. “Dan kalau saya menjadi Abdi Dalem, saya harus menekuni itu dengan serius, tidak main-main.” Baginya, gelar Abdi Dalem harus diikuti dengan memberikan kelebihan yang dimiliki secara tulus kepada keraton. Butuh waktu bertahun-tahun hingga akhirnya ia memantapkan diri untuk menjadi Abdi Dalem. Salah satu motivasinya adalah turut menjaga kelestarian budaya Jawa.
Meski masih terbilang sebentar menyandang gelar Abdi Dalem, secara batin ia sudah menjalani peran tersebut sejak dahulu. “Diwisuda pada 7 Januari 2019 hanya official saja. Yang saya kerjakan, saya lakukan, sikap hidup saya, sepertinya sudah seperti Abdi Dalem.” Ketenteraman batin yang biasanya dirasakan oleh para Abdi Dalem juga sudah lama ia rasakan karena pada dasarnya ia telah menjalani laku (sikap batin) seperti Abdi Dalem lainnya.
Untuk melancarkan tugasnya sebagai raja dan gubernur, Ngarsa Dalem dibantu dua sekretaris pribadi dan dua sekretaris kedinasan. Selain Ibu Yuni, sekretaris pribadi lainnya adalah Ibu Grace yang menangani urusan luar negeri maupun politik.
Ibu Yuni dan Bu Grace bisa jadi termasuk sekretaris pribadi dengan masa kerja terlama. Bu Grace bahkan bertugas sebelum Ngarsa Dalem dinobatkan menjadi sultan. Ini menjadi bukti kesetiaan mereka pada pekerjaan sekaligus pengakuan atas kinerja mereka yang luar biasa.
Salah Satu Kepercayaan Sri Sultan
“Awal mula saya di keraton, karena belum banyak karyawan, saya menjadi sekretaris Sri Sultan dan Kanjeng Ratu Hemas. Setelah beliau (Sri Sultan) menjadi gubernur, akhirnya Kanjeng Ratu Hemas harus memiliki sekretaris pribadi sendiri. Hal ini karena banyaknya organisasi yang menjadi tanggung jawab GKR Hemas.”
Selama enam tahun pertama (1998-2003), Bu Yuni bersama dengan Pak Roni menangani urusan administratif Ngarsa Dalem baik yang terkait dengan kedudukan beliau sebagai raja maupun sebagai gubernur. Ia juga membantu mengasuh Putri Dalem karena waktu itu tiga putri masih kanak-kanak.
Setelah pengangkatan dua sekretaris dinas di Kantor Gubernur, Bu Yuni fokus menangani urusan pribadi Ngarsa Dalem. Menurutnya, tugas tidaklah terlalu sulit karena ia tinggal menjalankan dhawuh (perintah) melalui disposisi yang sudah tertulis dengan jelas.
“Beliau sendiri yang menggalih (berpikir dan memutuskan), saya tinggal melakukan apa yang menjadi disposisi beliau. Saya akan matur kembali ke beliau apa yang sudah saya kerjakan.”
Belajar
Sebelumnya Bu Yuni bekerja di perusahaan swasta di Jakarta. Begitu masuk keraton, ia mengaplikasikan keahliannya yang sudah didapatnya di luar. Saat belum banyak orang menggunakan komputer, Bu Yuni merintis penggunaan alat modern ini di keraton. Meski tahu persis apa yang harus ia lakukan dalam pekerjannya, ia tetap belajar banyak hal baru hingga kini. “Itu bukan hal yang mudah untuk saya. Apalagi untuk saya yang saat ini sudah menginjak 60 tahun.”
Ibu Yuni mengaku mendapat banyak wawasan dari Ngarsa Dalem dan Kanjeng Ratu Hemas. Ia yang waktu awal bekerja masih lajang kemudian juga belajar bagaimana menjadi orang tua bijaksana. Ia juga sedikit demi sedikit meresapi cara bicara yang santun dan jelas. Ia juga mempelajari tata krama saat berhadapan dengan Ngarsa Dalem sebagai raja dan sebagai gubernur. Sebagai orang dari luar keraton, ia harus banyak beradaptasi.
“Saya juga belajar banyak bagaimana kesabaran dalam menyingkapi persoalan yang ditemui Ngarsa Dalem bersama Kanjeng Ratu Hemas dan Putri Dalem. Tutur kata mereka selalu dijaga dengan baik. Beliau (Ngarsa Dalem) selalu mempertahankan kelestarian budaya dalam era globalisasi yang kadang dapat menimbulkan berbagai perubahan.”
Selama puluhan tahun bekerja, Bu Yuni tak pernah sekali pun melihat Ngarsa Dalem marah. “Selama saya bekerja dengan beliau, nggak pernah lho beliau marah. Kalau beliau tidak setuju dengan sikap saya, beliau hanya senyum, tetapi saya sudah tahu, oh saya salah,” jelasnya. Di sisi lain, ia dan sekretaris lain tahu persis apa yang menjadi keinginan beliau, termasuk apa yang boleh dan apa yang dilarang. “Ketika beliau ngendika sedikit saja, saya sudah tahu apa-apa yang dikendaki beliau.”
Ibu Yuni mengagumi sikap Ngarsa Dalem yang terbuka pada siapa saja. Ia tidak menyangka Ngarsa Dalem memilihnya sebagai sekretaris meski ia beragama Katolik, terlebih bukan dari kalangan kerabat keraton. “Beliau tidak pilih kasih, beliau selalu memandang sama yang ada di lingkungan beliau. Yang ada di luar lingkungan beliau pun beliau pandang sama.”
Menurut Bu Yuni, gelar panotogomo (pemimpin agama) benar-benar Ngarsa Dalem terapkan dalam keseharian. “Beliau selalu memberi kesempatan agar saya tidak meninggalkan ibadah.” Sepanjang pengamatan Bu Yuni, Sri Sultan dan keluarga sangat peduli pada orang-orang yang tersisihkan. Namun, tak banyak diketahui, beliau memiliki sisi humoris. “Beliau dalam hal pengandikan itu sering lucu. Setiap pangandikan beliau ada hal-hal yang membuat kami tertawa.”
Seperti Keluarga
Ibu Yuni sangat menikmati pekerjaannya. Salah satunya karena ia merasa diperlakukan sebagai keluarga. Ngarsa Dalem juga ia sebut sebagai figur yang mandiri. “Ketika di luar kota pun, di mana pun beliau berada, beliau selalu mengerjakan hal-hal pribadinya sendiri.”
Ibu Yuni juga tetap memiliki waktu untuk keluarga, terutama untuk mengasuh anaknya. “Beliau selalu ngendika perhatikan dulu anakmu. Beliau selalu memberi ruang dan waktu untuk saya mendidik anak.”
Melakoni pekerjaan bergengsi seperti ini sempat membuat nyali Bu Yuni ciut karena takut melakukan kesalahan. “Tetapi beliau selalu membuat saya nyaman. Jadi saya bekerja mengalir saja, dengan memperhatikan tata krama yang ada. Akhirnya bukan hal yang menakutkan lagi karena tahu persis apa yang harus saya kerjakan dan saya tahu persis apa yang diparengake apa yang tidak diparengake.”
Mensyukuri Hidup
Sebagai sekretaris Ngarsa Dalem, jam kerja kerja normal Ibu Yuni adalah Senin-Jumat pukul 09.00 – 15.00 WIB. Namun, bila ada acara protokoler di malam hari, ia harus tinggal lebih lama. Ini tidak menghalanginya menikmati hidup dengan menjalankan hobi. Ia mengaku masih punya waktu untuk menyanyi di paduan suara gereja dan menari line dance bersama ibu-ibu komunitas. Ia berusaha menyeimbangkan hidup dengan jalan-jalan pagi di alun-alun bila cuaca cerah. Waktu senggangnya juga diisi dengan membaca-baca novel fiksi kesukaannya.
Kini putra tunggal Bu Yuni telah berkeluarga dan tinggal di Belanda. Bu Yuni mengisi waktu senggang bersama suaminya yang berprofesi sebagai wirausahawan dengan bermain musik di rumah mereka di bilangan Jalan Kaliurang.
Di usianya yang sudah lebih dari setengah abad, ia lebih fokus pada penguatan rohani. “Apa saja yang harus saya tambah untuk diri saya? Apa sih yang harus cari? Semua sudah saya dapatkan. Semua sudah saya lalui.”
Lulusan ekonomi manajemen ini menekankan pentingnya untuk makin pandai di usia tua. “Saat di usia muda ya harus membangun kejujuran. Kerendahan hati. Untuk menjadi rendah hati bukan hal mudah, butuh proses panjang.”
Terkait keraton, ia merasa sudah berbahagia dan bangga melihat para Putri Dalem terjun di dalamnya dan membuat keraton makin dikenal masyarakat luas karena selalu menjunjung tinggi nilai budaya, bahkan mancanegara pun mengakui.
“Kita harus banyak membuka mata, membuka hati untuk menerima hal-hal yang baru,” tuturnya, menekankan pentingnya belajar sepanjang usia. Bagi Bu Yuni, hidup merupakan suatu anugerah yang harus senantiasa disyukuri.