Beksan Panji Sekar
- 23-11-2020
Beksan Panji Sekar diciptakan pada era kepemimpinan Sri Sultan Hamengku Buwono I (1755-1792). Beksan Panji Sekar diciptakan dalam kurun waktu yang sama dengan lahirnya beksan-beksan lain seperti Trunajaya, Guntur Segara, Nyakrakusuma dan Tugu Wasesa. Dalam masa sepuluh tahun (1755-1765), Sri Sultan Hamengku Buwono I menggarap tarian-tarian tersebut bersama Putra Mahkota, Patih Dalem dan seorang Abdi Dalem (setingkat bupati) kepercayaan sultan.
Mirip dengan beksan kakung lainnya, Panji Sekar bertemakan peperangan atau kepahlawanan. Tarian ini juga merupakan seni latihan perang para prajurit pada masa itu. Jiwa patriotik Sri Sultan Hamengku Buwono I memberi sentuhan khas pada karya seni tari masa itu, yaitu penggunaan senjata. Jemparing (panah) dan keris menjadi properti yang digunakan dalam tari Panji Sekar. Beksan Panji Sekar dibawakan oleh empat penari putra (kakung), oleh karena itu tarian ini masuk dalam kategori beksan sekawanan. Dua penari berperan sebagai Jayakusuma dan dua lainnya berperan sebagai Jayalengkara.
Catatan mengenai tarianini termuat dalam manuskrip berjudul Beksan Pethilan (kode T3)koleksi Perpustakaan KHP Kridhomardowo Keraton Yogyakarta. Di bawah subjudul Beksan Panji Sekar dalam manuskrip tersebut tercatat kandha (narasi) serta pocapan (dialog) antara Jayakusuma dan Jayalengkara. Berikut adalah sepenggal bait kandha tersebut yang dibawakan sebagai pembuka beksan:
Sabetbyar, Wauta,
Habdi dalem kanca punakawan bedaya,
Hingkang sami hakersakaken cahos Beksan Panji Sekar,
Wonten Hing Ngarsa Dalem, Dasar sami bagus hanem, Karengga saliring sumbaga,
Yen sinawang saking mandrawa, Hana teka rang-rangu solahira…
Terjemahan:
Cerita beralih, tersebutlah
Para Abdi Dalem Punakawan (penari) Bedhaya,
Yang terpilih (untuk) menyajikan tarian Panji Sekar,
Untuk Ngarsa Dalem, mereka semua muda dan rupawan,
Berhias dengan (busana) serba indah,
Apabila dipandang dari kejauhan, gerakan mereka (nampak rampak) saling mengikuti.
Jalan Cerita Beksan Panji Sekar
Beksan Panji Sekar dinukil dari kisah roman Panji dalam wayang gedog yang menceritakan peperangan antara Jayakusuma dengan Jayalengkara. Kisah ini dimuat dalam lakon Panji Bedhah Bali. Penyebutan Panji Sekar merujuk pada nama alias Jayakusuma yang berasal dari negara Jawa, sedangkan Jayalengkara berasal dari tanah sebrang yaitu negara Bali. Tersiar kabar bahwa Jayalengkara hendak melebarkan kekuasaan hingga ke negara Jawa. Mendengar kabar tersebut, Prabu Lembu Amiluhur dari Jenggala Manik memerintahkan Jayakusuma untuk mendatangi negara Bali demi mencegah Jayalengkara dan pasukannya menduduki negara Jawa. Akhirnya, peperangan antara keduanya beserta pasukan masing-masing tidak dapat dihindarkan.
Tata Busana
Ageman atau busana penari Beksan Panji Sekar menyerupai busana penari Jajar Beksan Lawung Alus. Penari Panji Sekar mengenakan celana panji cindhe, lonthong cindhe, kamus timang, sampur, kalung sungsung, kelat bahu, kain bermotif parang barong alit gurdha, dan penutup kepala berupa ikat tepen berhias pita keemasan.
Komposisi Tari
Diawali pada bagian majeng gendhing yang menampilkan ragam yang sudah jarang dilakukan yaitu nggrudha tengen dan nggrudha kinantang. Dilanjutkan masuk ke bagian enjeran, tata iringan memakai aturan yang sama dengan tari Bedhaya atau Srimpi, yaitu diawali gengan wiled dados gendhing ageng, kemudian ndhawah dan disambung ketawangan. Gerakan menghunus dan menggunakan keris dilakukan sejak awal pada bagian enjeran. Ada pula ragam yang juga jarang dilakukan yaitu pendhapan panggel kiri obah lambung.
Pada bagian peperangan yang menggunakan keris, sesekali ada gerakan mengusap atau mengasah keris. Pada bagian akhir atau sering disebut dengan mundur gendhing, proses ndhadhap sebelum jengkeng dilakukan dengan tetap diiringi gendhing ketawangan dan biasanya masih diiringi lagon.
Komposisi Gendhing
Gendhing yang mengiringi Panji Sekar adalah Lagon Wetah Laras Pelog Pathet Barang, Ladrang Rangu-Rangu Laras Pelog Pathet Barang, Kawin Sekar Megatruh, Plajaran Laras Pelog Pathet Barang, Kawin Sekar Pangkur, Gendhing Kuwung-Kuwung Laras Pelog Pathet Barang Kendhangan Lahela, Ladrang Kuwung-Kuwung Laras Pelog Pathet Barang, dan Ketawang Sri Malela Laras Pelog Pathet Barang.
Dalam perkembangannya Beksan Panji Sekar sangat jarang dipentaskan. ISI Yogyakarta pernah merekontruksi tarian ini pada tahun 1988. Pada 23 November 2020, Keraton Yogyakarta kembali mementaskan Beksan Panji Sekar pada gelaran Uyon-Uyon Hadiluhung Selasa Wage untuk memperingati Wiyosan Dalem (hari kelahiran) Sri Sultan Hamengku Buwono X. Sesuatu yang berbeda akan mewarnai pertunjukan kali ini, yaitu perpaduan musik gamelan dengan alat musik gesek barat, seperti violin, biola, cello dan contrabass. Kreativitas ini merupakan bentuk reintepretasi Panji Sekar yang lebih akulturatif dan dinamis.
Daftar Pustaka:
Beksan Pethilan (Kode T3) Koleksi Kapustakaan Kridhomardowo, Keraton Yogyakarta
Ngayugyakarta Pagelaran (Kode D 34/ W 77) Koleksi KHP Widyabudaya, Keraton Yogyakarta
Jennifer Lindsay, dkk. 1994. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 2, Kraton Yogyakarta. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Poerbatjaraka. 1968. Tjerita Pandji dalam Perbandingan. (terj.). Jakarta: Gunung Agung
Wawancara dengan RM Pramutomo pada 22 Februari 2020
Wawancara dengan RW Rogomurti pada 8 November 2020
Wawancara dengan MJ Srikawuryan pada 8 November 2020
Wawancara dengan M Riyo Dwijowinoto pada 8 November 2020