Bedhaya Bontit
- 11-07-2022
Serat Kandha
Sebetbyar wauta. Hanenggih ingkang kawiyosaken punika. Lelangen Dalem Bedhaya Bontit. Yasan Dalem Ngarsa Dalem, Sri Sultan Hamengkubuwono, Ingkang Jumeneng Kaping Wolu, Ingkang hangrenggani Karaton Dalem Ing Ngayogyakarta Hadiningrat. Katindakake dening Kawedanan Kridhamardawa, Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. Wondene ingkang dadya tepa palupining kandha, mundhut cariyos ringgit purwa. Nalika Raden Suryatmaja, andon yuda mengsah lawan Raden Permadi, wonten ing Pura Mandaraka. Wondene gancaring cariyos, sampun kocap ing Kagungan Dalem Serat Pasindhen sedaya.
Wauta. Para winayanging beksa. Sareng munggweng wonten ing Ngarsa Dalem. Dhasar sami endah ingkang warna, mumpuni kasusilaning wanita, wimbuh karengga saliring busana. Yen sinawang saking mandrawa, pantes lamun wijiling para kusuma.
Terjemahan
Berikut kisahnya. Pertunjukan yang digelar ini. Pertunjukan tari Bedhaya Bontit ciptaan Ngarsa Dalem, Sri Sultan Hamengku Buwono VIII yang bertakhta di Ngayogyakarta Hadiningrat. Dipersembahkan oleh Kawedanan Kridhamarawa, Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. Adapun inspirasi cerita diambil dari Wayang Purwa (epos Mahabharata). Saat Raden Suryatmaja, mengadu kekuatan melawan Raden Permadi di Pura Mandaraka. Urutan kisahnya telah dipaparkan lengkap dalam buku syair yang dilantunkan sinden.
Tersebutlah para penari sudah siap di hadapan Ngarsa Dalem. Betapa menawan rupanya, wanita bertata krama tinggi, dipercantik dengan keindahan busana. Jika dilihat dari kejauhan, pantas sebagai putra sosok nan luhur.
Sejarah
Bedhaya Bontit merupakan Yasan Dalem (karya) Sri Sultan Hamengku Buwono VIII (1921-1939). Diciptakan pada 1925, Bedhaya Bontit tidak memiliki kedudukan khusus atau peran dalam upacara sakral. Para penarinya juga tidak diharuskan menjalankan ritual khusus seperti saat akan menarikan tari bedhaya yang sakral di Keraton Yogyakarta. Penari yang sedang nggarap sari atau menstruasi pun diperbolehkan untuk menarikannya.
Catatan mengenai Bedhaya Bontit dimuat dalam manuskrip “Kagungan Dalem Serat Kandha Bedhaya Srimpi” dengan kode BS 09 : 12. Manuskrip tersebut kini disimpan di Perpustakaan Kawedanan Kridhamardawa Keraton Yogyakarta.
Tari ini menukil epos Mahabharata dan menggambarkan pertarungan antara Raden Permadi (Raden Harjuna) dengan Raden Suryatmaja (Adipati Karna) di Pura Mandaraka memperebutkan Dewi Surtikanthi. Alkisah, Prabu Duryudana dari Kerajaan Ngastina meminang Dewi Surtikanthi, putri Prabu Salya dari negara Mandaraka. Dewi Surtikanthi bersedia dengan syarat ia dirias oleh Raden Permadi pada hari pernikahan. Syarat itu diluluskan.
Saat hendak merias Dewi Surtikanthi, Raden Permadi melihat gerak-gerik Raden Suryatmaja yang bersembunyi di sekitar mereka. Tahulah Raden Permadi bahwa Raden Suryatmaja menaruh hati pada sang putri. Mereka berdua akhirnya bertarung dan Raden Permadi lebih unggul, dalam versi lain berakhir seri. Namun, rupanya Dewi Surtikanthi memiliki perasaan yang sama terhadap Raden Suryatmaja. Keduanya lantas memohon Raden Permadi untuk meminta izin Prabu Salya agar mereka dapat mengikat janji. Berdasarkan kisah tersebut, Bedhaya Bontit juga dikenal sebagai Bedhaya Suryatmaja Krama.
Ragam Gerak
Ragam gerak tari yang menyusun Bedhaya Bontit antara lain kapang-kapang, lampah pocong, sembahan, ndumuk cara semang, nglayang, ngenceng encot, ngenceng, atrap cundhuk, atrap sumping, lembehan, mlampah imbal, impang ngewer udhet, pucang kanginan, ngundhuh sekar, kicat gajah ngoling, ukel asta, nyathok udhet maju mundur, samberan, kicat cangkol udhet, ngenceng tawing, ngenceng jengkeng, bangomate, kengser tawing, kipat asta, lembehan sirig mundur, perangan (oyog-oyogan, sudukan, jeblosan), lampah semang, gidrah, dan gudhawa asta minggah.
Pola lantai yang khas tampak saat para penari membuat pola lantai tiga-tiga dan bergeser ke kanan secara bersamaan dengan gerak kengser, kemudian kembali lagi ke posisi awal secara bersamaan pula. Hal ini sangat jarang ditemui dalam bedhaya lainnya, hanya Bedhaya Sinom yang menggunakannya.
Selain itu, ketika tiba saat adegan pertarungan, penari endhel memerankan tokoh Raden Suryatmaja dan penari batak yang memerankan tokoh Raden Permadi berputar mengelilingi penari yang jengkeng. Gerakan tersebut dilakukan beberapa kali. Dalam adegan tersebut penari apit ngajeng menari dengan posisi jengkeng namun badannya membelakangi penonton. Hal ini juga tidak ditemui dalam bedhaya lainnya.
Hal khas lain terkait adegan pertarungan adalah penggunaan Gendhing Ketawang. Selain Bedhaya Bontit, tidak ada bedhaya lain yang menggunakan gendhing tersebut untuk mengiringi adegan pertarungan.
Tata Busana
Busana penari Bedhaya Bontit utamanya terdiri dari kampuh dengan rias paes ageng. Namun, pada pementasan Uyon-Uyon Hadiluhung 11 Juli 2022, para penari Bedhaya Bontit mengenakan busana gladhen yang sedikit berbeda dari biasanya, yakni sanggul tekuk dipadukan dengan kampuh latar hitam, nyamping dringin berwarna merah (diwiru), keris, sondher gendhala giri merah, ditambah aksesori subang dan cincin.
Iringan
Seperti pada umumnya, penamaan tari Bedhaya Bontit diambil dari nama gendhing utama yang mengiringi, yakni Gendhing Bontit Kendhangan Semang. Komposisi iringan yang biasa digunakan dalam bedhaya ini diawali dari Lagon Lasem Jugag Pelog Nem, Gendhing Gati Raja Pelog Nem untuk kapang-kapang maju, Lagon Lasem Jugag Pelog Nem, Kawin Sekar Ageng Kusumawicitra untuk mengawali gerak tari, Bawaswara Sekar Mijil Rara Manglung, Gendhing Bontit Kendhangan Semang, Gendhing Prabu Tama Ladrang Kendhangan Satunggal Ngelik, Bawaswara Sekar Gendhing Tarupala, Gendhing Ketawang Tarupala, Lagon Jugag Pelog Nem, Gendhing Gati Brangta Pelog Nem untuk kapang-kapang mundur, dan diakhiri Lagon Jugag Pelog Nem.
Gendhing Gati Raja dan Gati Brangta yang mengiringi Bedhaya Bontit menggunakan laras pelog pathet nem, yang juga jarang sekali digunakan. Hanya ada 6 Gendhing Gati yang menggunakan laras ini di Keraton Yogyakarta, yakni Gendhing Gati Raja, Gendhing Gati Brongto, Gendhing Gati Mardowo, Gendhing Gati Mardika, Gendhing Gati Bhinneka, dan Gendhing Gati Taruna. Gendhing Gati Raja memiliki kedudukan yang tinggi dan alunan yang bernuansa agung.
Daftar Pustaka
Cahyani, Dewi. 1997. Makna Simbolik Gerak Tari Bedhaya Bontit. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Seni Tari Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yogyakarta.
Wawancara Nyi RW Pujaningrum pada 24 dan 25 Juni 2022
Wawancara Nyi RB Lukitaningrumsumekto pada 30 Juni 2022
Wawancara MW Susilomadyo pada 25 Juni 2022