Beksan Jayengkusuma
- 31-07-2023
Sri Sultan Hamengku Bawono Ingkang Jumeneng Ka 10, Suryaning Mataram, Senopati Ing Ngalogo, Langgenging Bawono Langgeng, Langgenging Tata Panotogomo, kembali menciptakan tari putra (beksan kakung), yaitu Beksan Jayengkusuma. Jayeng dapat dimaknai sebagai kemenangan atau kejayaan, sedangkan kusuma berarti bunga atau kesatria/sentana. Sehingga, Jayengkusuma berarti kesatriya yang jaya di medan laga. Beksan enggal (tarian baru) ini pertama kali dipentaskan dalam pertunjukan Uyon-Uyon Hadiluhung 31 Juli 2023 untuk memperingati Wiyosan Dalem (hari kelahiran Sri Sultan).
Kisah Beksan Jayengkusuma
Beksan Jayengkusuma menyadur kisah pertempuran empat tokoh cerita Panji, yaitu Jaya Wiruta dan Jayengrana dari Kediri melawan Jaya Surangga dan Pancakusuma dari Parangkencana. Adegan tersebut tercantum dalam naskah Wayang Gedhog manuskrip Serat Kandha “Kalangenan Dalem Beksan Lawung Ringgit” yang ditulis pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono I (1755-1792) dan menjadi koleksi British Library bernomor MSS Jav 4, berangka tahun 1782, kemudian disalin kembali pada 1804. Kisah Panji tersebut lalu diperinci dalam naskah yang berjudul Serat Kandha “Kalangenan Dalem Beksan Kuda Gadhingan” pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono V dan kini menjadi koleksi Kagungan Dalem Widyabudaya bernomor W.8/B.26 dan berangka tahun 1847.
Alkisah, keempat tokoh di atas berperang karena berebut wilayah kekuasaan. Parangkencana ingin memperluas kekuasaan hingga Kediri. Namun, Kediri telah mendengar rencana tersebut sehingga mereka berusaha membatalkannya dengan terlebih dahulu menyerang Parangkencana.
Konsep dan Penyajian Tari
Berbeda dari penciptaan beksan kakung yang telah ada sebelumnya, Jayengkusuma memiliki konsep garap yang memadukan unsur Beksan Lawung Ringgit dan beksan sekawanan. Lawung Ringgit merupakan salah satu tarian karya Sri Sultan Hamengku Buwono I yang menampilkan lawung (tombak berujung tumpul) sebagai properti dan memiliki alur cerita seperti dalam ringgit (wayang). Dalam tarian ini, para penarinya berlaku sebagai tokoh ringgit gedhog yang membawakan cerita Panji. Sementara itu, beksan sekawanan merupakan tarian yang dibawakan oleh empat orang penari, dengan dua penari sebagai tokoh dan dua penari lainnya menjadi bayangan kedua tokoh tersebut.
Perpaduan dua konsep beksan kakung ini menjadi percikan istimewa dalam Jayengkusuma. Pola garap Beksan Lawung Ringgit terletak pada tokoh dan karakterisasinya. Sedangkan pola garap beksan sekawanan terdapat pada pola lantai dan komposisi tari. Perpaduan ini menghadirkan empat tokoh utama dalam lakon Panji sebagai ciri khas Beksan Lawung Ringgit ditambah empat tokoh bayangan sebagaimana konsep beksan sekawanan.
Karakterisasi Tokoh
Beksan Jayengkusuma memadukan dua unsur gaya beksan kakung yaitu gagah dan alus. Gaya gagah ditarikan oleh tokoh Jaya Wiruta dan Jaya Surangga. Sementara, gaya alus ditampilkan oleh Jayengrana dan Pancakusuma. Selain itu, Beksan Jayengkusuma memiliki empat karakterisasi tokoh yang berbeda. Jaya Wiruta memiliki karakter kalang kinantang, Jayengrana berkarakter impur, Jaya Surangga berkarakter bapang, dan Pancakusuma berkarakter kagok kalang kinantang. Keempat karakter yang ditampilkan dalam satu suasana ini juga memberi kekhasan pada Beksan Jayengkusuma.
Komposisi Tari
Sebagai tarian dengan dua konsep beksan kakung, Beksan Jayengkusuma adalah buah perkembangan karya seni tradisi yang tetap berpijak pada tari klasik gaya Yogyakarta. Komposisinya terdiri dari majeng gendhing, enjeran, perang dan ditutup dengan mundhur gendhing. Pada bagian enjeran, kedelapan penari unjuk kebolehan keterampilan dan ketangkasan dalam olah keprajuritan. Berbeda dari enjeran pada umumnya yang diiringi gendhing kemanakan, bagian persiapan perang ini diiringi Gendhing Ketawangan yang dilengkapi vokal bedhayan. Tujuannya, agar penonton dapat merasakan sensasi persiapan perang yang agung dan berwibawa tetapi tidak membosankan.
Pola lantainya terdiri atas berbagai macam bentuk seperti lurus, melengkung, maupun melingkar. Pola melingkar terinspirasi dari corak bangunan bagian atas Kagungan Dalem Bangsal Kasatriyan yaitu sekar tunjung terate. Pola lantai ini membuat penari bergerak melawan arah jarum jam (kanan ke kiri).
Bertemakan peperangan atau kepahlawanan, Beksan Lawung berkorelasi erat dengan seni latihan perang prajurit. Penggunaan properti senjata mengukuhkan jiwa patriotik Sri Sultan Hamengku Buwono I yang memberi sentuhan khas pada karya seni tari masa itu. Beksan Jayengkusuma juga demikian. Tari ini memuat adegan adu kekuatan menggunakan lawung dengan ujung tumpul sebagai kelengkapan berperang.
Iringan Gendhing Tari
Komposisi iringan gendhing yang digunakan dalam Beksan Jayengkusuma umumnya berlaras Slendro Pathet Sanga, diawali dengan Lagon Wetah, lalu disambung dengan Kawin Sekar Asmarandana Kedhaton, Telas Kawin Sekar, Ladrang Kagok Kinantang (majeng gendhing), Kawin Sekar Pangkur Suranggagreget, Plajaran Wetah Laras, Ada Jugag, Ketawang Jayengkusuma (enjeran), Gendhing Kodhok Ngorek, Carabalen, Rog-Rog Asem, Carabalen Seseg (perang), Ladrang Kagok Kinantang, dan ditutup dengan Lagon Jugag (mundhur gendhing).
Gendhing baku dalam iringan Beksan Jayengkusuma merupakan ciptaan baru. Iringan untuk gerakan pada Ajon-Ajon Beksan, biasanya hanya Lagon, untuk Beksan Jayengkusuma menggunakan Kawin Sekar Asmaradana Kedhaton dan dilanjutkan dengan Carabalen. Iringan untuk majeng gendhing menggunakan Ladrang Kagok Kinantang, yang merupakan gendhing baru. Gendhing tersebut memiliki kekhasan yaitu perpaduan antara Balungan Mlampah dan Imbal Demung. Iringan untuk enjer, menggunakan Ketawang Jayengkusuma. Gendhing baru ini memiliki kekhasan yaitu perpaduan antara gerongan putra dan garap bedhayan putri.
Tata Busana
Busana yang dikenakan penari dalam pertunjukan Beksan Jayengkusuma: Uyon-Uyon Hadiluhung 31 Juli 2023 merupakan busana gladen (busana latihan). Busana yang digunakan bernuansa merah (abrit) untuk penari kakung gagah dan hijau (ijo) untuk penari kakung alus. Penari kakung gagah mengenakan celana Panji abrit, sinjang bermotif parang seling, lonthong abrit, kamus untu walang, sondher gendhala giri abrit, keris gayaman, dan blangkon abrit. Sementara itu, busana yang dikenakan oleh penari kakung alus adalah celana Panji ijo, sinjang bermotif parang seling, lonthong ijo, kamus untu walang, sondher gendhala giri ijo, keris branggah, dan blangkon ijo. Properti senjata lain yang digunakan adalah tombak luk dan lajer.
Beksan Jayengkusuma merupakan salah satu dari deretan tari baru (tari putra kesembilan) pada masa Sri Sultan Hamengku Bawono Ka 10. Tari klasik gaya Yogyakarta sebagai seni olah tubuh dipahami juga sebagai falsafah kehidupan. Keberadaannya yang lestari hingga detik ini tidak terlepas dari segala upaya Keraton Yogyakarta untuk produktif memunculkan terobosan baru berdasarkan sumber naskah yang ada. Konsistensi ini terus dilakukan, dengan demikian seni tradisi dan seni pertunjukan kerajaan dapat hadir dalam linimasa setiap zaman.
Daftar Pustaka
Serat Kandha “Kalangenan Dalem Beksan Lawung Ringgit” (MSS Jav 4). Yasan Sri Sultan Hamengku Buwono I. Koleksi British Library
Serat Kandha “Kalangenan Dalem Beksan Kuda Gadhingan” (W.8/B.26). Yasan Sri Sultan Hamengku Buwono V. Koleksi Kagungan Dalem Widyabudaya
MW Susilomadyo. 2023. Naskah Iringan Yasan Dalem Beksan Jayengkusuma Laras Slendro Pathet Sanga kangge Ayahan Selasa Wagen 31 Juli 2023. Yogyakarta : Kawedanan Kridhomardowo Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat
Daftar Wawancara
Wawancara dengan KMT Suryawasesa (Pamucal Beksa) pada 15 Juli 2023
Wawancara dengan MW Susilomadyo (Panata Gendhing) pada 23 Juli 2023
Wawancara dengan Mas Riyo Dirjomanggolo (Panata Busana) pada 24 Juli 2023