Beksan Jiwa Taruna
- 15-07-2024
Sejarah
Sri Sultan Hamengku Bawono Ingkang Jumeneng Ka 10, Suryaning Mataram, Senopati Ing Ngalogo, Langgenging Bawono Langgeng, Langgenging Tata Panotogomo, kembali memprakarsai tari putra (beksan kakung), yaitu Beksan Jiwa Taruna. Tarian ini berbentuk beksan sekawanan, yang berarti dibawakan oleh empat orang penari laki-laki. Dasar ceritanya diambil dari manuskrip koleksi Kridhamardawa yang kini disimpan di Kawedanan Widyabudaya berkode T.59.
Pada tahun 1984, naskah yang sama pernah diintrepretasi oleh Sumaryono (mahasiswa Institut Seni Indonesia) dalam tari berjudul Wiratamtama dan dipentaskan 2 Agustus 1984. Menurut keterangan Sumaryono, itu adalah pementasan Beksan Wiratamtama yang kedua. Beksan Wiratamtama pertama kali dipertunjukan oleh Bebadan Among Beksa pada 14 Juli 1957 di Ndalem Purwodiningratan (dahulu Ndalem Wirogunan, kini Ndalem Kaneman). Saat itu, BRM Dananjaya (putra Sri Sultan Hamengku Buwono VIII) memerankan tokoh utama Joko Tingkir. Kedua pementasan tersebut lahir dari proses yang hampir sama, yaitu interpretasi naskah kandha dan pocapan yang tersedia.
Pada Senin Pon 15 Juli 2024, Beksan Jiwa Taruna perdana dipertunjukan dalam Uyon-Uyon Hadiluhung untuk memperingati Wiyosan Dalem (hari kelahiran Sri Sultan). Beksan Jiwa Taruna ditampilkan sebagai bentuk rekonstruksi dan interpretasi baru berdasarkan naskah beksan berkode T.59.
Jalan Cerita
Beksan Jiwa Taruna mengisahkan perjalanan Jaka Tingkir untuk mengabdi ke Demak. Menurut literatur dan cerita tutur masyarakat Jawa, Jaka Tingkir merupakan raja pertama Kerajaan Pajang yang dikenal sebagai Sultan Hadiwijaya. Sebelum menjadi raja, ia banyak menghabiskan waktunya untuk bekerja di Kerajaan Demak. Kisah di Demak inilah yang menjadi dasar cerita Beksan Jiwa Taruna.
Dalam naskah kandha T.59, disebutkan Jaka Tingkir diwisuda menjadi pemimpin prajurit tamtomo.
Kacarita sang Prabu kagungan santana muda ingkang winisuda dados lelurahing prajurit tamtomo, wasta Raden Jaka Tingkir, putranipun Kyaigeng Pengging.
Terjemahan:
Diceritakan sang Prabu memiliki saudara muda yang dinobatkan menjadi pemimpin Prajurit Tamtomo, bernama Raden Jaka Tingkir, Putra Kiai Ageng Pengging.
Tokoh utama Beksan Jiwa Taruna adalah Jaka Tingkir dan Dhadhungawuk. Alkisah, Demak menyelenggarakan sayembara pilihan lurah dan datanglah Dhadhungawuk yang berwatak sombong. Dalam sayembara tersebut, ia tidak mau melawan prajurit lain, kecuali Jaka Tingkir. Jaka Tingkir menyambut tantangan itu. Keduanya bertarung dan Jaka Tingkir mengalahkan Dhadhungawuk. Alih-alih mendapat penghargaan, Jaka Tingkir justru dipecat dari keprajuritan karena mengalahkan Dhadhungawuk dan melepaskan gelar wirotamtomo. Dari versi lain, Dhadhungawuk tewas di tangan Jaka Tingkir hanya lantaran dadanya ditusuk dengan ikatan daun sirih (Jawa: sadak)
Jaka Tingkir dipecat dan dikeluarkan dari Demak. Walaupun dipecat dan dikeluarkan, Jaka Tingkir tetap ingin mengabdi di Demak. Oleh sebab itu, Jaka Tingkir mendatangi Kebo Kanigoro (Paman Jaka Tingkir). Dari pertemuan tersebut, Jaka Tingkir mendapatkan beberapa sipat kandel (mantra yang memiliki kekuatan). Kebo Kanigoro kemudian menyampaikan agar Jaka Tingkir kembali ke Demak dan diminta kembali maju sebagai Wira Tamtama.
Selanjutnya, Jaka Tingkir berangkat lagi ke Demak ia berusaha sekuat tenaga menghadapi banyak rintangan dalam perjalanannya kembali ke Demak, antara lain siluman Buaya Bajul Gilig yang ia hadapi saat menyeberang Sungai Bengawan Solo. Setelah berhasil mengalahkan siluman itu, Jaka Tingkir kembali ke Demak. Dalam perjalanan kembali tersebut, ia bertemu dengan Kerbau Kebondanu yang sedang mengamuk. Tak ada prajurit dan narapraja Demak yang bisa menundukkannya. Jaka Tingkir pun maju dan dan berhasil membunuhnya. Keberhasilan tersebut membuat Jaka Tingkir diangkat kembali menjadi Lurah Prajurit dan mendapat julukan Wiratamtama.
Ragam Gerak
Tokoh-tokoh Beksan Jiwa Taruna berkarakter gagah. Ciri khas tarian ini adalah banyaknya motif capeng yang muncul dalam adegan peperangan antara Jaka Tingkir dan Dhadhungawuk. Selain itu, watak Dhadhungawuk yang sombong dimunculkan dalam motif gerak bapang yang menunjukkan kesan kongas dan kasar. Adapun adegan perang didominasi dengan pola ruang diagonal.
Tarian ini diawali dengan empat penari memasuki area pementasan, dilanjutkan ragam tayungan majeng, tranjalan onclang loncat, tancep seleh kanan. Selepas itu, penari melakukan sembah dalam posisi duduk sebagai tanda tarian akan dimulai. Selanjutnya, ragam gerak yang dilakukan antara lain; kinanthang, slimpet, jogedan kinanthang, dan sabetan,
Beksan Jiwa Taruna berlanjut dengan adegan perang antara Jaka Tingkir dan Dhadhungawuk. Perang keduanya diawali dengan ragam capeng; yaitu gerakan bersiap sebelum maju perang. Berbagai motif gerak mewarnai adegan perang tersebut antara lain; jogedan kinantang, ngunus racik, sabetan maju, ulap-ulap tranjal, tancep sabetan, sabetan jeblosan, gapruk, jeblosan, dan nyrampang. Selain digambarkan dalam ragam gerak, adegan perang juga dituturkan dalam kandha (narasi atau cerita) sebagai berikut.
Wauta mangkono Dyan Jaka Tingkir ingkang harsa ngayahi jejibahanira, minangka lurahing prajurit, arsa nyobi kasantosanira Dhadungawuk, mangkana Dyan Jaka Tingkir tansah gancar lumampahira.
Terjemahan:
Demikian Raden Jaka Tingkir yang hendak menjalankan tugasnya sebagai pemimpin prajurit. (Dia) hendak mencoba kekuatan Dhadhungawuk, senantiasa lancar jalanannya.
Perlawanan Jaka Tingkir terhadap Kebo Ndanu (kerbau) ditampilkan secara dramatik dalam tarian. Pemeran Jaka Tingkir naik ke pundak penari lain kemudian melakukan adegan memukul. Tarian diakhiri dengan bergeraknya para penari menuju ke area belakang panggung dan melakukan sembah.
Komposisi Gendhing
Komposisi gendhing Beksan Jiwa Taruna diawali dengan Lagon Wetah Laras Slendro Pathet Manyura dan dilanjutkan dengan Kawin Sekar Durma Dhendha Rangsang serta pembacaan Kandha. Racikan gendhing selanjutnya adalah Ladrang Liwung Slendro Manyura, Kawin Sekar Asmaradana, Lancaran Mangsah Yuda, Ada-Ada Jugag, Ladrang Gangsaran Taruna Sura, Plajaran Wetah, Kawin Sekar Megatruh Wuluh Gadhing, Carabalen, Lagon Wetah Slendro Pathet Manyura, Ladrang Gangsaran Jiwa Taruna Slendro Manyura dengan Kendhangan Bhineka, Ladrang Liwung Slendro Manyura, dan Lagon Jugag Slendro Manyura.
Busana Tari
Busana yang dikenakan penari pada Beksan Jiwa Taruna pada pementasan ini adalah kostum gladhi atau kostum latihan. Kelengkapannya antara lain celana panji polos, nyamping kambil secukil, lonthong polos, kamus timang motif bludiran, sondher gendhala giri dan udheng.
Beksan Jiwa Taruna hadir sebagai sebuah tari dramatik yang menampilkan perjuangan Jaka Tingkir menjadi pemimpin prajurit. Walaupun menghadapi banyak rintangan, ia tetap bertahan seperti seharusnya kesatria sejati, hingga berhasil memetik kemenangan.
Daftar Pustaka
Chusnul Hayati, dkk. 2000. Peranan Ratu Kalinyamat di Jepara Pada Abad XVI. Jakarta: Proyek Peningkatan Kesadaran Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional.
Jennifer Lindsay, dkk. 1994. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 2, Kraton Yogyakarta. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
KRT Condrowaseso. Dance Script Beksan Jiwa Taruna. (Yogyakarta: 2024)
M Riya Susilomadyo. 2024. Beksan Jiwa Taruna Laras Slendro Pathet Manyura. Yogyakarta: Kawedanan Kridhamardawa
NN. Pratelan Lampah-Lampah Pratelan Lampah-Lampahing Lelangen Beksa Wirotamtomo (Terjemahan naskah T.59)
NN. Urutan Gendhing dan Adegan Beksan Jiwa Taruna Uyon-Uyon Hadiluhung 15 Juli 2024 (Yogyakarta: 2024)
Sumaryono. Lelangen Beksa Wirotamtomo (Jaka Tingkir): Laporan Akhir Studi Kelas Tari Jawa VI (Yogyakarta: 1984)
Daftar Wawancara
Wawancara dengan KRT Condrowaseso pada 21 Juni 2024
Wawancara dengan R Riya Brotoadmojo pada 21 Juni 2024
Wawancara dengan Sumaryono pada 23 Juni 2024
Wawancara dengan MB Kayun Sumekto pada 3 Juli 2024