Beksan Narasoma
- 23-09-2024
Sebet byar wauta, ingkang rinenggeng kandha, Raden Arya Narasoma dupi wus wignya ngentasi sayumbara ing nagari Mandura, sekala arsa amboyong ingkang garwa Dewi Kunthi Nalibrangta. Kondur dhumateng nagari Mandaraka. Wondene Sang Dyah sinung aneng sajroning kalpika.
Wauta kocapa, Raden Pandhudewanata ingkang sumedya ngedegi pasanggiri, mring nagari Mandura. Wonten ing margi kapethuk Raden Arya Narasoma. Yen tinon risang kalih, sareng tumindak lir Gonjang-ganjing ingkang triloka.
Terjemahan
Syahdan, adapun yang terangkai dalam narasi cerita, yakni Raden Arya Narasoma setelah berhasil memenangkan sayembara di negara Mandura segera memboyong istrinya Dewi Kunthi Nalibrangta pulang ke negara Mandaraka. Tersebutlah sang putri dimasukkan ke dalam cincin.
Diceritakan Raden Pandhudewanata yang juga hendak mengikuti sayembara di negara Mandura di jalan bertemu dengan Raden Arya Narasoma. Jika keduanya dilihat dari kejauhan, saat bergerak seakan mengguncangkan ketiga dunia (dunia para dewa, dunia manusia, dan dunia bawah).
Usai menampilkan Bedhaya Tunjung Anom/Bedhaya Sigaluh pada Uyon-Uyon Hadiluhung bulan Agustus, Kawedanan Kridhamardawa Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat kembali mempersembahkan pertunjukan dari kisah kondang berjudul “Sayembara Kunthi”. Tarian ini merupakan Yasan (prakarsa karya) Sri Sultan Hamengku Bawono Ingkang Jumeneng Ka 10, Suryaning Mataram, Senopati Ing Ngalogo, Langgenging Bawono Langgeng, Langgenging Tata Panotogomo, yaitu Beksan Narasoma. Beksan kakung alus (tari putra halus) ini perdana ditampilkan pada Senin Pon 23 September 2024 dalam Uyon-Uyon Hadiluhung untuk memperingati Wiyosan Dalem (hari kelahiran Sri Sultan).
Kisah Beksan Narasoma
Beksan Narasoma mencuplik sepenggal fragmen dari epos Mahabharata yang menggambarkan perjuangan Narasoma dari Mandaraka (kelak menjadi raja bergelar Prabu Salya) saat melawan Raden Pandhu dari Astina untuk memperebutkan Dewi Kunthi.
Perebutan itu berawal ketika Raja Mandura yaitu Prabu Kunthiboja menggelar sayembara untuk mencari jodoh bagi putrinya, Dewi Kunthi. Raden Narasoma yang sedang berkelana bersama istrinya Dewi Pujawati dan adiknya Dewi Madrim tertarik mengikuti sayembara tersebut untuk membuktikan kekuatannya. Sepekan setelah sayembara itu dilaksanakan, Raden Narasoma ditetapkan sebagai pemenang karena berhasil mengalahkan peserta lain. Ketika Dewi Kunthi akan diboyong oleh Raden Narasoma, tiba-tiba Raden Pandhu, kesatria dari Astina datang dan berniat mengikuti sayembara tersebut. Ingin menunjukkan sifat kesatria, Raden Narasoma mempersilakan Raden Pandhu untuk melawannya. Ternyata Raden Narasoma tidak cukup kuat untuk melawan Raden Pandhu meski telah mengerahkan aji (kekuatan) chandrabirawa yang ia dapat dari mertuanya, Prabu Bagaspati. Pada akhirnya Raden Narasoma harus menerima kekalahan dan menyerahkan Dewi Kunthi kepada Raden Pandhu.
Catatan kisah mengenai Beksan Narasoma terdapat dalam koleksi Kagungan Dalem Widyabudaya dalam Serat Kandha lan Pocapan Beksan Pethilan: Pandhu Mengsah Narasoma bernomor seri K.216 T.30.
Konsep dan Penyajian Tari
Wauta wong agung kalih, ingkang arsa mentaraken kawiraganira. Dhasar sami sigit agung anem, tinon lir Sang Ywang Asmara. Kaot kontap lan jetmika, tur sami winongwong ing Ywang Siwah Boja, pra hapsari myang jawata. Aningali risang kalih denira yuda, tansah ngudanaken arum-arum. Lah ing ngriku wong agung kalih anglir murca kinedhepna, yen sinawang saking mandrawa akarya gitaning kang samya mulat.
Terjemahan
Tersebutlah kedua kesatria tersebut, yang hendak menunjukkan kekuatannya. Memang keduanya sama-sama tampan dan masih muda, seakan tampak seperti Sang Hyang Asmara. Telah unggul dan sempurna dalam segala hal, serta tenang perilakunya. Dan lagi sama-sama dilindungi oleh Hyang Siwah Boja, bidadari, serta dewata. Melihat mereka berdua berperang, dewata tiada hentinya menurunkan hujan wewangian. Di situlah kedua kesatria tersebut seakan hilang dalam kejapan mata, jika dilihat dari kejauhan menjadi perhatian bagi semua yang melihat.
Beksan Narasoma disajikan dalam konsep beksan sekawanan dengan dua penari memerankan tokoh Raden Narasoma dan Raden Pandhu, sementara dua penari lainnya memerankan bayangan dari dua tokoh tersebut. Kedua tokoh utama sama-sama berkarakter luruh (halus), tetapi Raden Narasoma ditampilkan lebih lanyap (keras) dibandingkan Raden Pandhu. Kedua tokoh digambarkan memiliki paras yang rupawan, unggul, dan sempurna dalam segala hal.
Ragam gerak karakter luruh (halus) dan lanyap (keras), pada tarian ini tetap berdasar pada dasar gerakan khas gaya Mataraman, seperti beberapa diantaranya adalah: sembahan sila, lampah sekar, kipat gajah gantung, kipat asta ngusap pasuryan, impur, tayungan, ongkek, kicat, tawing encot pendhapan, kengser, tawing kengser jemparing, dan pucang kanginan.
Tidak seperti beksan sekawanan pada umumnya, tarian ini tidak dibuka dengan sabetan atau ragam baku ringgit. Para penari langsung mundur lurus ke belakang, saling bertukar tempat, kemudian maju ke posisi semula pada saat sembahan dan kembali ke tempat dengan menggunakan gerakan mundhur gawang (mundur untuk bersiap-siap).
Tidak seperti beksan kakung lain yang biasanya menggunakan enjeran (persiapan/pemanasan) sebelum perang, Beksan Narasoma langsung menampilkan adegan perang yang menjadi inti cerita. Adegan ini memuat perang dan jeda perang. Dhuwung (keris) dan jemparing (panah) digunakan sebagai properti.
Iringan Gendhing
Gendhing-gendhing pengiring Beksan Narasoma berlaraskan slendro sanga. Komposisinya yaitu: Lagon Wetah, Lagon Ngelik, Ladrang Brangta Kingkin (Majeng Gendhing), Monggang (Ngracik), Kawin Sekar Tawang Puja, Ada-Ada Jugag Laras, Bubaran Tunjung Sari, Gangsaran Nglangu, dan Lagon Jugag.
Iringan Beksan Narasoma memiliki kekhasan. Pertama, majeng gendhing menggunakan ladrang brangta kingkin dengan ladrang I, II, dan III. Biasanya, yang digunakan adalah ladrang irama I dan II. Kedua, bagian irama III yang biasanya menggunakan kendhang batangan, justru menggunakan kendhang kalih. Ketiga, adegan peperangan diiringi gending berbentuk bubaran irama II dan irama I yang disertai garap vokal. Keempat, adegan perang nyata diiringi gendhing lancaran.
Tata Busana
Busana yang dikenakan penari Beksan Narasoma pada pementasan ini adalah kostum gladhi atau kostum latihan. Kelengkapannya antara lain celana panji polos, nyamping (jarik) bermotif nitik dengan model wiron engkol, lonthong berwarna hijau polos, kamus timang, sondher gendhala giri, udheng. Sementara senjata yang dimainkan adalah keris (dhuwung) dan jemparing.
Beksan Narasoma merupakan adaptasi segar kisah ringgit tiyang (wayang wong) yang populer pada masa lampau. Kreativitas semacam ini diharapkan akan terus berkembang hingga masa mendatang.
Daftar Pustaka
Kagungan Dalem Widyabudaya dalam “Serat Kandha lan Pocapan Beksan Pethilan: Pandhu Mengsah Narasoma”. K.216 T.30.
MW. Susilomadyo. (2024) “Notasi Iringan Beksan Narasoma Laras Slendro Pathet Sanga”. Kawedanan Kridhamardawa
Daftar Wawancara
Wawancara dengan RRy Rogomurti sebagai penata tari pada 3 September 2024
Wawancara dengan MRy Susilomadyo sebagai penata iringan pada 14 September 2024
Wawancara dengan MRy Dirjo Manggolo sebagai penata busana pada 14 September 2024
Wawancara dengan MB Kayunsumekto sebagai penata busana 14 September 2024