Beksan Pramujasura

Sebetbyar wauta. Anenggih ingkang kawiyosaken punika, Beksan Pramujasura, amethik saking cariyos Ringgit Gedhog, lampahan Sekartaji Boyong. Katindakaken dening Kawedanan Kridhamardawa, Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. 

Syahdan, yang ditampilkan saat ini ialah Beksan Pramujasura, yang mengambil kisah dari Wayang Gedhog, episode Sekartaji Boyong. Disajikan oleh Kawedanan Kridhamardawa Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Tari putra Beksan Pramujasura merupakan beksan sekawanan (tari putra yang dibawakan empat orang) yasan enggal (karya baru) Sri Sultan Hamengku Bawono Ka 10, menjadi suguhan istimewa dalam Uyon-Uyon Hadiluhung edisi Senin Pon 11 Ruwah Je 1958/10 Januari 2025. Dalam acara peringatan Wiyosan Dalem atau hari lahir Sri Sultan Hamengku Bawono Ka 10 inilah, tari tersebut ditampilkan di muka umum untuk pertama kali.  

001

Latar Belakang Cerita

Pramujasura diambil dari nama tokoh dalam tarian ini, yaitu Surapramuja. Ia adalah seorang patih yang bertarung melawan Raden Brajanata dalam usahanya untuk meminang Dewi Sekartaji yang ingin dijadikan permaisuri oleh Raja Pulokencana, yaitu Klana Tunjungpura. Kisah ini dicuplik dari Wayang Gedhog yang memuat sekumpulan cerita yang bersumber dari Serat Panji. 

Dalam episode Lampahan Sekartaji Boyong, dikisahkan Patih Surapramuja diutus junjungannya, Prabu Klana Tunjungpura, penguasa Kerajaan Pulokencana untuk meminang Dewi Sekartaji. Mendengar kabar tersebut, Panji Asmarabangun, suami Dewi Sekartaji, bergegas meminta adiknya, Raden Brajanata dari Kerajaan Jenggala bertarung menghadapi Patih Surapramuja. Pertarungan inilah yang menjadi inspirasi penciptaan Beksan Pramujasura. Meski sudah mengerahkan segenap kekuatan, Patih Surapramuja tidak dapat menandingi kesaktian Raden Brajanata.

Naskah tersebut dikategorikan sebagai carangan atau cerita wayang yang disajikan dengan bentuk dan penyajian baru. Dalam koleksi Kawedanan Widya Budaya Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, cerita Panji termuat salah satunya dalam Babad Tanah Jawi: Gilingwesi Dumugi Demak bernomor W.48d A.79. Naskah tersebut memuat sejarah Jawa bercampur legenda mulai kisah Wisnu dari Gilingwesi, kisah Panji di Jenggala, Kediri, Galuh, Pajajaran, Majapahit hingga kisah Adipati Natapraja (Raden Patah).  

Beksan Pramujasura memadukan seni Wayang Gedhog dan Wayang Topeng. Wayang Gedhog merupakan pertunjukan Wayang Kulit dengan cerita Panji sebagai repertoarnya. Sementara, Wayang Topeng merupakan pergelaran Wayang Orang yang para pemainnya mengenakan topeng. Wayang ini juga banyak membawakan kisah Panji. Wayang Gedhog lahir sekitar abad XV Masehi dan berkembang di keraton-keraton Jawa. Di sisi lain, Wayang Topeng merupakan seni tradisi yang berkembang di luar tembok keraton. Kedua konsep wayang ini selanjutnya dielaborasi sebagai titik awal penciptaan Beksan Pramujasura dengan penggarapan yang tekun dan cermat.

005

Konsep dan Penyajian Tari

Wauta Patih Surapramuja, maju sura madilaga, kak pethukaken Raden Brajanata, risang kalih hakarsa mentaraken kawiragan, dhasar sami sekti mahambara, pamuk pramukaning ngadilaga, yen sinawang saking mandrawa lir satriya prawira sembada mangsah yuda.

Alkisah Patih Surapramuja maju berperang, berhadapan dengan Raden Brajanata. Keduanya sama-sama sakti mandraguna dan terkemuka di medan laga. Dari kejauhan, mereka laksana kesatria perwira beradu kesaktian. 

Tergolong ciptaan baru, Beksan Pramujasura berkonsep beksan sekawanan. Rangkaian ragam geraknya mengacu pada gerak Wayang Topeng lakon Panji. Ragam gerak ini menjadi ciri menonjol yang membuatnya berbeda dari beksan kakung pada umumnya. Namun, tarian ini tidak menggunakan topeng sebagai properti. 

Patih Surapramuja dan Raden Brajanata sama-sama berkarakter kalang kinantang gagah yang menggambarkan watak keras, agresif, dan memiliki gerak dinamis. Namun, Patih Surapramuja digambarkan lebih keras, meluap-luap, dan emosional. Sementara, Raden Brajanata diidentifikasikan seperti Gathutkaca; kuat, berani, dan tangguh. Pertarungan keduanya dibuat intens dan berakhir dengan kekalahan Patih Surapramuja. 

Meski ragam gerak Beksan Pramujasura mengacu pada Wayang Topeng Panji, secara keseluruhan, tari ini tergolong dalam beksan kakung gagah dengan penambahan gerak-gerak baru yang belum pernah ada sebelumnya. Beberapa gerakan yang digunakan antara lain kalang kinantang topeng, engkrang topeng, kipat gajahan ogek lambung, dan muryani busana topeng. Sementara, gerakan baru yang ditampilkan, di antaranya adalah sidhangan sampir dan menjangan ranggah ukel asta.

Pola lantainya tetap berpijak pada beksan sekawanan dengan garis vertikal, horizontal, diagonal, lengkung serta pola variasi, seperti huruf “T” dan trapesium. 

Masih merujuk pada beksan sekawanan, struktur tarian ini terdiri dari ajon-ajon, majeng gendhing, enjeran, lawaran (pertarungan tanpa senjata), perang (pertarungan dengan senjata), serta mundhur gendhing. Tombak dipilih sebagai senjata dalam Beksan Pramujasura karena belum banyak beksan kakung yang menggunakannya. 

002

Iringan Gending

Secara keseluruhan, susunan iringan Beksan Pramujasura menggunakan Laras Pelog Pathet Nem. Lagon Wetah Pedhalangan, Ganjur, dan Kawin Sekar Wirangrong digunakan untuk mengiringi ajon-ajon. Ladrang Gati Wani-Wani dimainkan saat majeng gendhing dan setelahnya disambut dengan Kawin Sekar Durma Tali Rasa. Iringan ini dilanjutkan dengan Ladrang Imbang Gunung, Ada-Ada Wetah Pedhalangan, Ketawang Prawira Sembada, Lancaran Grageh Waluh, Plajaran Kembang Songgeng, dan ditutup dengan Ladrang Gati Wani-Wani sebagai iringan mundhur gendhing serta Lagon Jugag Pedhalangan sebagai iringan penutup tarian.

003

Ciri Khas Gending

Beberapa iringan gending Beksan Pramujasura merupakan gending baru yang diciptakan pada era Sri Sultan Hamengku Bawono Ka 10. Rangkaian iringan tersebut memiliki keistimewaan yang tidak terdapat dalam beksan lainnya. 

Lagon Wetah Pedhalangan Laras Pelog Pathet Nem yang dimainkan pada awal pertunjukan menjadi ciri khas pengiring cerita yang dinukil dari Wayang Gedhog. Hal ini berbeda dari beksan pada umumnya yang menggunakan Lagon Wetah untuk mengawali sebuah tarian. Selain itu, iringan Ganjur yang disertai dengan iringan vokal Kawin Sekar Wirangrong diletakkan di bagian awal tari, tidak seperti Ganjur pada umumnya yang diletakkan di bagian tengah untuk mengiringi fase pertarungan tokoh. 

Bagian majeng gendhing menggunakan Ladrang Gati Wani-Wani yang merupakan gending ciptaan baru pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Bawono Ka 10. Setelah Ladrang Gati Wani-Wani berakhir, disajikan koor vokal Kawin Sekar Durma Talirasa yang merupakan jenis Sekar Macapat Durma ciptaan baru pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Bawono Ka 10. Selanjutnya, iringan ini disambung dengan Ladrang Imbang Gunung yang sangat jarang dimainkan. 

Usai Ladrang Imbang Gunung, dibunyikan Ada-Ada Wetah Pedhalangan. Ada-ada jenis ini sangat jarang disajikan dalam sebuah pertunjukkan tari karena mengadopsi iringan Wayang Kulit gedhog Laras Pelog. Bagian enjer diiringi Ketawang Prawira Sembada. Kemudian bagian persiapan perang diiringi Lancaran Grageh Waluh yang dilanjutkan dengan gending Plajaran Kembang Songgeng. Ketiga gending tersebut juga merupakan gending yang diciptakan pada masa Sri Sultan Hamengku Bawono Ka 10.

004

Tata Busana 

Pada pertunjukan kali ini, keempat penari menggunakan busana gladhen (latihan). Kelengkapannya adalah blangkon abrit (merah), nyamping/jarik bermotif nitik/cakar, lancingan abrit, lonthong abrit, sondher ijem (hijau), kamus timang, dan sangsangan penanggalan.

Lewat Beksan Pramujasura, Kawedanan Kridhamardawa menapaki jejak tari-tari kakung (putra) istana melalui berbagai rujukan sumber cerita wayang. Upaya untuk mendekatkan tradisi panji keraton dan luar keraton dengan mengadaptasi lakon wayang gedhog dan wayang topeng merupakan langkah strategis pelestarian seni budaya. Perpaduan elemen tari yang dihadirkan keduanya diharapkan dapat memperkaya khazanah beksan kakung klasik gaya Yogyakarta. 


Daftar Pustaka

Cariyos Ringgit Gedhog “Lampahan Sekartaji Boyong”

Babad Tanah Jawi: Gilingwesi Dumugi Demak “Serat Babad Panji Dumugi Demak, Angka 1” (W.48d A.79). Koleksi Kawedanan Widya Budaya Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat

MRy Susilomadyo. 2025. Naskah Iringan Yasan Dalem Beksan Pramujasura Laras Pelog Pathet Nem kangge Ayahan Selasa Wagen 10 Februari 2025. Yogyakarta: Kawedanan Kridhamardawa Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Rudy Wiratama. 2019. Representasi Identitas Orang Jawa Dalam Cerita Panji Versi Wayang Gedhog. Jurnal Jantra, Vol. 14, No. 2.

Sunardi, Suwarno, Bambang, dan Pujiono, Bagong. 2013. Pelestarian dan Pengembangan Wayang Gedog. Jurnal Seni Budaya Gelar, Vol. 11, No. 2.

Daftar Wawancara

Wawancara dengan RRy Widodomondro (Pamucal Beksa) pada 28 Januari 2025

Wawancara dengan KMT Suryowaseso (Pamucal Beksa) pada 31 Januari 2025

Wawancara dengan RRy Pringgoseno (Pamucal Beksa) pada 31 Januari 2025

Wawancara dengan MRy Susilomadyo (Panata Gendhing) pada 31 Januari 2025

Wawancara dengan Mg Kinesti Eqi Jayanti (Busana) pada 31 Januari 2025

Wawancara dengan Nyi KRT Murtiharini (Pamucal Beksa) pada 5 Februari 2025