Peringatan Sewindu Undang-Undang Keistimewaan DIY
- 31-08-2020
Bergabungnya Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman menjadi bagian dari Republik Indonesia pada 1945 merupakan awal mula perjalanan keistimewaan Yogyakarta. Setelah mengalami pasang surut pembahasan, status keistimewaan akhirnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta yang ditetapkan pada 31 Agustus 2012. Undang-Undang tersebut memuat diantaranya lima pokok kewenangan keistimewaan yaitu tata cara pengangkatan jabatan gubernur dan wakil gubernur, kelembagaan pemerintah daerah, kebudayaan, pertanahan, dan tata ruang.
Tahun ini, tepatnya 31 Agustus 2020, Undang-Undang Keistimewaan (UUK) DIY genap berusia sewindu (delapan tahun). Berkaitan dengan momentum tersebut, Paniradya Kaistimewan selaku perangkat daerah yang mengawal pelaksanaan UUK DIY menggelar acara bertajuk Sapa Aruh Sri Sultan Hamengku Buwono X: Peringatan Sewindu UUK DIY di Kagungan Dalem Bangsal Pagelaran Keraton Yogyakarta, Senin (31/08). Acara ini juga disiarkan langsung melalui kanal Youtube Kraton Jogja dan Paniradya Kaistimewan.
Tepat pukul 10.00 WIB, Sri Sultan Hamengku Buwono X miyos untuk menyampaikan pidato refleksi sewindu UUK DIY. Ngarsa Dalem didampingi oleh GKR Hemas, Putra Dalem Putri GKR Mangkubumi, GKR Condrokirono, GKR Maduretno, GKR Hayu, GKR Bendara, serta Mantu Dalem KPH Purbodiningrat dan KPH Yudanegara. Turut hadir dalam agenda ini KGPAA Paku Alam X beserta GKBRay Adipati Paku Alam, Prof. Dr. Mahfud MD dan segenap tamu undangan.
Acara diawali dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, kemudian Sri Sultan Hamengku Buwono X menyampaikan pidato refleksi didampingi KGPAA Paku Alam X dan Prof. Dr. Mahfud MD.
Dalam sambutan Sapa Aruh, Ngarsa Dalem mengutip sasanti “Desa mawa cara, Negara mawa tata sebagai wujud UU Otonomi Desa Nomor 6 Tahun 2014, yang memberikan kewenangan luas desa dalam mengatur cara dan mengurus rumah tangganya sendiri, tanpa keluar dari bingkai ketatanegaraan NKRI.
Selain itu siasat kebudayaan perlu didorong untuk menuju kemandirian desa. Keistimewaan DIY diharapkan mampu menjawab tantangan tersebut, dengan tercukupinya kebutuhan sandang, papan, pangan serta pendidikan sebagai wujud kesejahteraan warga. Dari desa, keistimewaan harus mendorong pendirian Desa Mandiri Budaya (DMB) yang menjadi kesepakatan Kongres Kebudayaan Desa, bertemakan “Membaca Desa, Mengeja I-N-D-O-N-E-S-I-A: Arah Tatanan Indonesia Baru dan Desa”, tutur Ngarsa Dalem.
Paniradya Pati, Aris Eko Nugroho mengungkapkan bahwa, “Dengan adanya Sapa Aruh ini, negara akan hadir. Hadirnya ini adalah sebuah penegasan yang berkaitan dengan filosofi keistimewaan, Manunggaling Kawula Gusti; Memayu Hayuning Bawono; serta Nyawiji, Greget, Sengguh, lan Ora Mingkuh.” Ini akan menjadi kolaborasi luar biasa. Perlu kami sampaikan pula, Sapa Aruh bisa jadi energi positif bagi siapapun yang mendengar, bahwa Ngarsa Dalem dan Kanjeng Gusti akan hadir bersama masyarakat mengatasi segala permasalahan yang ada di antara masyarakat”. Aris Eko Nugroho menambahkan, “Kolaborasi antara 5 K, yaitu Kasultanan, Kadipaten, Kampung, Kampus, dan Keprajan, menjadi bagian kata kunci berikutnya, dengan harapan dana keistimewaan bisa sampai masyarakat dan masyarakat bisa bertindak dengan harapan yang telah tercantum dalam UUK DIY khususnya dalam hal perwujudan ketentraman dan kesejahteraan masyarakat.”