Gati Panglebur Pelasah: Partisipasi Keraton Yogyakarta dalam Jogjakarfest 2021
- 17-12-2021
Jelang penghujung 2021, KHP Kridhamardawa Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat kembali berpartisipasi dalam gelaran International Jogja Karawitan Festival (Jogjakarfest). Agenda tersebut diselenggarakan oleh Program Studi Karawitan, Fakultas Seni Pertunjukan, ISI Yogyakarta, mengambil tema “Re-actualizing the Beauty Sound of Karawitan in The New Normal”, berlangsung pada 10-11 Desember 2021. Keraton Yogyakarta mendapatkan kehormatan untuk menjadi pembuka festival karawitan berskala internasional ini pada Jumat (10/12) lalu pukul 19.30 WIB.
“Pada tahun ini, KHP Kridhamardawa berpartisipasi dalam Jogjakarfest dengan menampilkan Gendhing Yasan Dalem Enggal (gendhing karya baru) Sri Sultan Hamengku Bawono Ka 10 yang berjudul Gendhing Gati Panglebur Pelasah. Kata Panglebur Pelasah berarti penghancur pagebluk atau wabah. Gendhing ini terinspirasi dari suasana alam pada saat gendhing ini diciptakan, di mana kondisi dunia masih dalam masa pandemi Covid-19. Namun situasi sudah menuju ke arah yang lebih baik. Dalam artian, jumlah penderita dan korban makin terus berkurang dari hari ke hari,” ungkap KPH Notonegoro, Penghageng KHP Kridhamardawa saat bercerita mengenai gendhing baru ini.
Gendhing Gati Panglebur Pelasah diciptakan pada Rabu Pahing, 11 Bakdamulud Alip 1955 atau bertepatan pada 17 November 2021. Gendhing Panglebur Pelasah memberi sinyal bahwa kondisi pandemi berangsur-angsur lebur. Dengan hadirnya gendhing ini, Keraton Yogyakarta bermaksud mengajak masyarakat bersatu padu untuk segera terlepas dari wabah Covid-19. Dengan tetap menjaga protokol kesehatan secara ketat, diharapkan tidak akan ada lonjakan Covid-19 gelombang ketiga.
Tak seperti Gendhing Gati yang umumnya menggunakan Laras Pelog, Gendhing Gati Panglebur Pelasah menggunakan Laras Slendro Pathet Sanga. Penggunaan instrumen musik tiup barat yang sering digunakan seperti trompet, saksofon, french horn, trombon, tuba, serta instrumen perkusi seperti tambur dan piatti tetap dipertahankan.
Gendhing Gati Panglebur Pelasah juga memiliki ciri khas yang belum pernah diterapkan sebelumnya, yakni menyajikan wirama II. Selain itu, gendhing ini menyertakan instrumen gamelan alusan (gender, rebab, gambang, siter, dan suling) yang dipadu dengan instrumen gesek dari instrumen barat, yaitu violin, viola, dan selo. Dalam garap irama I, gendhing ini terasa gagah. Namun, ketika memasuki irama II, gendhing ini menjadi terasa haru, mendayu-dayu, dan penuh harapan menuju keadaan yang lebih baik.
“Sesuai dengan tema Jogjakarfest tahun ini, kami berharap Gendhing Gati Panglebur Pelasah yang kami sajikan bisa mewarnai kebaruan dalam dunia karawitan. Terlebih nuansa gendhing baru ini juga penuh semangat namun menghadirkan irama II yang memiliki nuansa haru penuh pengharapan. Semoga relevan dengan situasi kita pada masa adaptasi kebiasaan baru atau new normal ini,” pungkas KPH Notonegoro.
Tahun ini adalah kali kedua Jogjakarfest digelar secara daring selama masa pandemi. Oleh karena itu, baik kegiatan pertunjukan maupun konferensi semua digelar secara virtual. Tidak hanya didukung oleh penampil dalam negeri, acara ini juga didukung oleh pegiat gamelan dari luar negeri, seperti Singapura, Jerman, Rusia, dan Selandia Baru.