Memeriahkan Selebrasi Hari Penegakan Kedaulatan Negara, Yogyakarta Royal Orchestra Gelar Konser
- 04-04-2022
Hari Penegakan Kedaulatan Negara baru saja menjadi Hari Besar Nasional setelah ditetapkan oleh Presiden RI Joko Widodo berdasarkan Keputusan Presiden No.2/2022 pada 24 Februari 2022 lalu. Tanggal 1 Maret ditetapkan sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara (HPKN) berdasarkan peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949. Selebrasi penetapan HPKN telah diselenggarakan pada Rabu (30/03) lalu pukul 19.00 WIB di Istana Kepresidenan Yogyakarta dengan penampilan Yogyakarta Royal Orchestra (YRO) di bawah naungan KHP Kridhamardawa Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Selebrasi ini sebagai bentuk kerja sama Pemda DIY melalui Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY dengan Kementerian Dalam Negeri sebagai pemrakarsa usulan, Kemenkopolhukam, Kemensetneg, Kemenhan, Kemensos, Kemenkum HAM, dan Kemendikbud Ristek.
Acara diawali dengan iringan raus Yogyakarta Royal Orchestra yang menandai Miyos Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono X ke area pergelaran. Turut hadir dalam agenda ini, Putra-Mantu Dalem GKR Maduretno, GKR Hayu, KPH Purbodiningrat, dan KPH Notonegoro. Selanjutnya, hadirin menyanyikan bersama lagu kebangsaan Indonesia Raya dengan conductor (pengaba) MW Widyowiryomardowo.
“Hendaknya semangat 1 Maret 1949 dapat diaktualisasikan dalam konteks masa kini, yakni etos kejuangan yang terus menerus dihidupkan sebagai sumber kekuatan semangat kebangsaan,” ungkap Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam sambutan Selebrasi HPKN.
Agenda Selebrasi HPKN juga dimeriahkan dengan sajian tari Prawiratama yang menggambarkan prajurit gagah berani berjuang mempertahankan kedaulatan negara. Usai suguhan tari, konser Yogyakarta Royal Orchestra yang juga berkolaborasi dengan Vocalista Harmonic Choir (VHC) ISI Yogyakarta dan 3 solois vokal—Ika Sri Wahyuningsih (Sopran 1), Christiana Krisvi Sekar Murdani (Sopran 2), serta Ganang Madyasmara (Tenor)—pun resmi dimulai.
Terdapat enam repertoar musik yang dibawakan dengan apik, yakni Indonesia Pusaka, Tanah Airku, Sepasang Mata Bola, Mars Jogja Kembali, Yogyakarta, dan Himne Serangan Umum 1 Maret. Keenamnya diaransemen oleh ML Widyoyitnowaditro.
“Khusus untuk Selebrasi Hari Penegakan Kedaulatan Negara ini, Ngarsa Dalem memberi dhawuh untuk mencipta satu bentuk lagu. Sehingga terciptalah Himne Serangan Umum 1 Maret ini yang menjadi Yasan Dalem Enggal Sri Sultan Hamengku Buwono X dengan terinspirasi dari peristiwa bersejarah Serangan Umum 1 Maret 1949 tersebut. Himne ini diciptakan untuk format choir dan orkestra, dengan lirik berbahasa Jawa yang terinspirasi dari Sekar Macapat Durma,” papar KPH Notonegoro, Penghageng KHP Kridhamardawa.
Himne Serangan Umum 1 Maret diciptakan untuk format choir dan orkestra, mengambil konsep perpaduan idiom musik Jawa yaitu Laras Pelog Pathet Barang dengan medium musik klasik barat. “Nuansa dalam lagu ini dibangun dengan maksud untuk menyampaikan rasa cemas, haru, tertantang, geram, dan bercampur rasa nasionalisme yang pada saat itu dirasakan oleh para pemimpin bangsa Indonesia dan seluruh pejuang yang sedang membela kedaulatan negara pada peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949,” tambah KPH Notonegoro.
Yogyakarta Royal Orchestra juga tampil dengan balutan busana yang berbeda dari biasanya. Para musikus mengenakan nyamping (kain batik) motif Gondosuli. Atasannya berbahan drill warna hijau dengan aksen kain merah dan ornamen keemasan di bagian dada. Busana ini merupakan kostum baru bagi para musikus YRO, kedepannya akan terus dikenakan apabila bertugas dan melakukan pementasan di luar area Keraton Yogyakarta.
“Dirancangnya busana ini atas dhawuh Ngarsa Dalem lumantar KPH Notonegoro. Bahwa untuk Kanca Abdi Dalem Musikan dan YRO, bila bertugas di luar hendaknya memakai busana yang berbeda dengan saat sowan marak atau bertugas di dalam keraton. Sehingga dibuat kostum khusus ini yang terinspirasi dari kostum Abdi Dalem korps musik era Sri Sultan Hamengku Buwono VIII yang bisa dijumpai di foto-foto maupun busana lama yang masih tersimpan di Kagunan, yaitu atela dengan aksesoris di dada,” ujar Nyi RJ Lukitoningrumsumekto, Abdi Dalem Kagunan KHP Kridhamardawa yang bertugas menangani busana tim YRO.
Mengingat adanya aturan dan batasan mengenai motif, aksesoris, maupun bahan yang dipakai untuk busana yang boleh dikenakan oleh Abdi Dalem di dalam keraton, maka kostum baru YRO juga mengalami penyesuaian. Pemilihan bahan drill dilakukan karena bahan beludru merupakan awisan (larangan) untuk digunakan oleh Abdi Dalem. Selain itu penggunaan hiasan kepala yang berlebihan juga tidak diperkenankan.
Nyi RJ Lukitoningrumsumekto juga menuturkan bahwa ada sedikit modifikasi dari kostum korps musik di era Sri Sultan Hamengku Buwono VIII. Pada kostum YRO kali ini, dimodifikasi dengan menggunakan nyamping gedederan (bukan celana panjang) dan tidak mengenakan sepatu boots, karena tidak dipakai untuk deville. Sehingga menjadi mirip dengan busana pesiar para Putra Dalem.
Khusus untuk busana solois vokal dan paduan suara putri terinspirasi dari busana pesiar para Putri Dalem ataupun Garwa Dalem, dengan menggunakan cape dan topi. Akan tetapi tetap memegang prinsip prasaja (sederhana), tanpa menggunakan aksesoris selain subang. Kebaya dibuat tanpa lis, dan tidak mengenakan bahan beludru ataupun brokat untuk baju maupun cape-nya.
Penetapan 1 Maret sebagai Hari Besar Nasional telah melalui proses panjang. Pemda DIY melalui Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY telah memulai usulan penetapan sejak tahun 2018. “Peristiwa Serangan Umum 1 Maret tersebut dinilai memiliki makna penting bagi penegakkan dan pengakuan kedaulatan negara baik dari dalam maupun dari luar, karena peristiwa ini membuka mata dunia internasional bahwa Indonesia masih ada dan mampu memberikan perlawanan kepada Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia,” ujar Dian Lakshmi Pratiwi, Kepala Dinas Kebudayaan DIY.
Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah peristiwa nasional yang melibatkan berbagai komponen bangsa (diantaranya para Laskar Sabrang yang berasal dari Sumatra, Sulawesi, dan Bali), rakyat biasa, pelajar, pejuang, keraton, TNI, dan Kepolisian, sehingga menjadi satu kesatuan untuk menunjukkan penegakan kedaulatan negara setelah proklamasi.
Istana Kepresidenan pun dipilih sebagai lokasi Selebrasi HPKN karena nilai historisnya, di mana peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 ini terjadi saat ibu kota Republik Indonesia berada di Yogyakarta (4 Januari 1946-28 Desember 1949).Istana Kepresidenan Yogyakarta menjadi pusat kegiatan pemerintahan dan kediaman resmi kepala negara saat melakukan lawatan ke Yogyakarta. Sehingga, lokasi ini dirasa tepat untuk menjadikan Istana Kepresidenan Yogyakarta atau yang akrab disebut Gedung Agung oleh masyarakat Yogyakarta sebagai lokasi selebrasi penetapan HPKN.
Selebrasi HPKN digelar dengan tamu undangan terbatas dan menerapkan protokol kesehatan ketat. Semua pihak yang terlibat telah menjalani tes usap (Swab PCR) dengan hasil negatif. Pergelaran ini juga disiarkan langsung melalui kanal YouTube Kraton Jogja dan tasteofjogja disbud diy, sehingga masyarakat luas dapat turut menyaksikan. Harapannya, momen selebrasi ini menjadi sarana sosialisasi tentang HPKN sehingga tujuan dan semangatnya dapat tersampaikan kepada seluruh lapisan masyarakat di Indonesia.