Jamasan Kereta Keraton Kembali Dibuka Bagi Masyarakat
- 07-08-2022
Selasa Kliwon (2/8) atau 4 Sura Ehe 1956, Keraton Yogyakarta kembali menggelar Hajad Dalem Jamasan Pusaka. Seperti tahun-tahun sebelumnya, jamasan pusaka dimaknai sebagai prosesi pembersihan pusaka-pusaka yang diwariskan oleh leluhur keraton. Di lain hal, jamasan pusaka juga menjadi upacara sakral sehingga tidak semua Abdi Dalem dapat terlibat. Setidaknya Abdi Dalem dengan gelar kedudukan atau kalenggahan wedana ke atas yang dapat terlibat dalam prosesi tersebut. Tidak hanya fisik, tetapi juga rohani yang harus disiapkan oleh Abdi Dalem terpilih dalam upacara jamasan. Sebelum bertugas, para Abdi Dalem akan berpuasa dan mandi terlebih dahulu untuk menyucikan diri. Para Abdi Dalem juga harus menjaga sikap, tutur kata dan perbuatan selama upacara jamasan pusaka.
Setiap tahunnya terdapat dua lokasi upacara jamasan pusaka. Lokasi pertama dilakukan di dalam Cepuri Kedhaton dan dihadiri langsung oleh Sri Sultan Hamengku Bawono Ka 10. Lokasi kedua berada di Museum Kereta Keraton, namun karena museum tersebut sedang dipugar, lokasi sementara dipindah ke Bangsal Pagelaran. Jamasan di dalam cepuri dilaksanakan secara tertutup, sedangkan upacara jamasan kereta terbuka untuk umum. Pada tahun ini jamasan pusaka kereta keraton dapat dikunjungi kembali oleh masyarakat umum setelah 2 tahun mengalami pembatasan. Semenjak pagi, beberapa warga sudah menunggu di kawasan Pratjimosono dengan tujuan dapat menyaksikan prosesi jamasan.
Pukul 10.00 WIB, upacara jamasan kereta dimulai dengan memanjatkan doa terlebih dahulu. Kanjeng Nyai Jimat menjadi kereta utama yang dibersihkan, sementara kereta pendamping atau pendherek tahun ini adalah Kereta Kiai Manik Retna. Kedua kereta pusaka ini pernah digunakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IV. Menurut Mas Riyo Rotodiwiryo selaku Pengirit Kanca Rata, Kanjeng Nyai Jimat sebagai kereta paling tua harus selalu dibersihkan. Di samping karena dianggap pusaka sejak masa Sri Sultan Hamengku Buwono I (1755-1792), pembersihan Kanjeng Nyai Jimat juga merupakan upaya memeriksa korosi yang terjadi karena suhu dan kelembaban.
“Jamasan ini selain membersihkan juga memuliakan kereta. Lima puluh Abdi Dalem terlibat langsung, baik dari golongan Kanca Rata maupun Kanca Somatali,” tegas RM Pradiptya Abikusno, Penghageng Museum Kereta Keraton.
Usai jamasan kedua kereta, masyarakat yang sudah menunggu sejak pagi berbondong-bondong mengambil air sisa yang digunakan untuk membersihkan kereta. Mereka memercayai bahwa air sisa jamasan kereta mengandung berkah. Tidak hanya mengambil dengan botol, beberapa warga terlihat membasuh tangan dan kaki secara langsung. Bersamaan dengan jamasan kereta, dilaksanakan pula jamasan pohon beringin kurung yang terdapat di tengah Alun-alun Utara. Pohon beringin dijamas dengan cara memangkas dahan pohon agar tampak rapi dan bertajuk seperti payung. Selanjutnya pohon beringin yang terdapat di sekeliling Alun-alun pun turut dirapikan.