Sri Sultan Hadiri Muhibah Budaya Trenggalek, Perkuat Persahabatan Trah Mataram
- 06-09-2022
Sri Sultan Hamengku Buwono X menghadiri Malam Puncak Muhibah Budaya Trenggalek 2022, Kamis (01/09) malam. Agenda tahunan yang berlangsung di Pendapa Manggala Praja Nugraha, Trenggalek, digelar untuk mempererat silaturahmi Keraton Yogyakarta dengan trah Mataram. Muhibah Budaya dilaksanakan atas adanya kolaborasi Keraton Yogyakarta dengan Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY.
Sri Sultan yang hadir di Trenggalek pada sore hari, terlebih dahulu melaksanakan kirab dengan kereta kuda bersama dengan rombongan Bupati Trenggalek H. Mochamad Nur Arifin dan istri. Hadir mendampingi Sri Sultan yakni sang putri keempat, GKR Hayu. Kirab dilaksanakan di sepanjang jalan Alun-alun Trenggalek menuju Pendapa Manggala Praja Nugraha.
Pada sambutan yang disampaikan, Sri Sultan menyampaikan rasa syukur atas keikutsertaan DIY dalam Muhibah Budaya Trenggalek. “Suatu kehormatan bagi delegasi DIY dapat hadir dalam Muhibah Budaya ini yang bukan sekadar kunjungan biasa, tetapi bermakna merajut persahabatan untuk merangkai kembali kesejarahan Mataram,” tutur Sri Sultan.
Sri Sultan menyampaikan, khazanah sejarah dan budaya Mataram menjadi benang merah yang telah terajut abadi antara Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Trenggalek, sehingga sudah seyogianya untuk senantiasa dilestarikan. Oleh karena itu, Muhibah Budaya Trenggalek 2022 sekaligus menjadi momentum merajut ulang komitmen memajukan budaya Mataram dengan Kabupaten Trenggalek dan untuk menumbuhkan lagi spirit ke-Indonesia-an.
“Bersama-sama kita nguri-uri kabudayan dalam semangat gendhon rukon, rumangsa melu handarbeni, wajib melu angrukubi,” urai Ngarsa Dalem. Lanjut Ngarsa Dalem, sudah selayaknya warga Trenggalek berbangga karena hidup di sebuah wilayah yang penuh dengan histori dan budaya adiluhung. Trenggalek adalah sebuah daerah yang istimewa, terutama apabila ditilik dari sejarahnya.
“Keterikatan sejarah antara DIY dan Kabupaten Trenggalek salah satunya bermula dari Perjanjian Giyanti tahun 1755, di mana Kerajaan Mataram terpecah menjadi Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Wilayah Kabupaten Trenggalek terbagi ke dalam dua bagian, Panggul dan Munjungan masuk wilayah kekuasaan Bupati Pacitan, yang mengabdi kepada Kesultanan Yogyakarta, sedangkan bagian lainnya masuk ke dalam wilayah Bupati Ponorogo yang berada di bawah kekuasaan Kasunanan Surakarta,” jelas Ngarsa Dalem.
Di sisi lain, Kabupaten Trenggalek juga memiliki potensi dan cagar budaya yang beragam, sejak periode prasejarah dan berlanjut hingga periode setelahnya. “Kondisi ini juga sama dengan Daerah Istimewa Yogyakarta, yang juga memiliki keragaman warisan dan cagar budaya dari periode prasejarah. Jelas sudah, Yogya dan Trenggalek menjadi istimewa juga karena esensi budaya,” lanjut Ngarsa Dalem.
Terkait inisiatif Pemerintah Kabupaten Trenggalek untuk nguri-uri budaya Mataram, Sri Sultan mengapresiasi hal tersebut. Keagungan nilai-nilai edi peni dan adiluhung diharapkan Sri Sultan dapat menjadi living tradition di kehidupan masyarakat. Di samping itu juga dapat diterapkan sebagai tuntunan hidup, demi tercapainya tataran masyarakat yang Gemah Ripah Loh Jinawi, Tata Tentrem Karta Raharja, mewujudkan Indonesia yang Panjang Dawa Pocapane, Punjung Luhur Kawibawane. “Saya juga mendukung penuh terjalinnya kerja sama antar kedua daerah. Harapannya, upaya baik ini akan membawa dampak positif dan signifikan bagi kemajuan Kabupaten Trenggalek,” tutup Sri Sultan.
Malam puncak Muhibah Budaya tersebut, juga dihadiri Bupati dan Wakil Bupati Trenggalek bersama istri, perwakilan OPD Kabupaten Trenggalek dan Pemda DIY, serta perwakilan Forkominda Kabupaten Trenggalek dan DIY.
Pererat Sinergi, Keraton Yogyakarta Serahkan Dua Pusaka
Pada kesempatan tersebut, Keraton Yogyakarta turut menyerahkan pusaka songsong (payung) dan waos (tombak) yang diberi nama Wignyamurti kepada Pemerintah Kabupaten Trenggalek. Penyerahan pusaka tersebut dilakukan langsung oleh Ngarsa Dalem kepada Bupati Trenggalek.
Wignya memiliki arti pandai sedangkan Murti memiiki arti badan atau penuh. Secara umum dapat diartikan bahwa Wignyamurti adalah sebuah harapan agar pemegang pusaka tersebut dipenuhi dengan kepandaian dalam konteks tata praja.
Pusaka songsong dan waos Wignyamurti diserahkan berikut partisara (sertifikat) penanda pusaka yang bertanggal Kemis Kliwon, 4 Sapar Ehe 1956 yang bertepatan pada 1 September 2022. “Dengan penyerahan pusaka ke Kabupaten Trenggalek ini, teriring harapan agar hubungan antara Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Kabupaten Trenggalek akan makin erat dan bersinergi untuk bersama membangun bangsa melalui kebudayaan,” ujar Sri Sultan.
Penghageng Kawedanan Kridhamardawa KPH Notonegoro menambahkan bahwa selama rangkaian Muhibah Budaya, Kawedanan Kridhamardawa sebagai divisi yang bertanggung jawab terhadap seni budaya di keraton, mengadakan lokakarya (workshop) seperti: Lokakarya Busana Padintenan (tentang pemakaian busana Jawa gaya Yogyakarta yang dapat digunakan sehari-hari); Lokakarya Macapat; Lokakarya Tari Putra dengan materi flashmob Beksan Surengrana; dan Lokakarya Tari Putri dengan materi flashmob Beksan Menak. “Hasil dari serangkaian workshop yakni Beksan Surengrana dan Beksan Menak Ngambarkustub Kridha selanjutnya dipentaskan dalam Malam Puncak Muhibah Budaya Trenggalek 2022 yang disaksikan langsung oleh Ngarsa Dalem,” ungkap Kanjeng Noto.
Secara simbolis, Gubernur DIY juga menyerahkan gunungan kepada dalang Ki Edi Suwondo. Gubernur DIY pun dalam kesempatan ini menerima cendera mata berupa lukisan yang diserahkan oleh Bupati Trenggalek. Lukisan tersebut menggambarkan Sri Sultan Hamengku Buwono IX bersama Presiden Soekarno.
Sri Sultan juga menandatangani naskah kesepakatan bersama dengan Bupati Trenggalek. Kerja sama kedua belah pihak diharapkan dapat menitikberatkan pada sejumlah hal antara lain, pengoptimalan pengelolaan potensi sumber daya secara berkelanjutan, percepatan pemenuhan pelayanan publik, serta pemberian pelayanan dasar masyarakat secara efektif dan efisien guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sementara itu, ruang lingkup kerja sama ini meliputi kebudayaan dan pariwisata, pendidikan, industri dan perdagangan, infrastruktur, kehutanan dan lingkungan hidup serta kelautan dan perikanan.