Upacara Ngabekten Ehe 1956, Kembali Digelar Oleh Keraton Yogyakarta
- 15-05-2023
Setelah tiga tahun tidak menggelar upacara Ngabekten, tahun ini upacara tersebut kembali dilaksanakan oleh Keraton Yogyakarta. Upacara Ngabekten atau tradisi sungkem tersebut digelar bersamaan dengan Hajad Dalem Garebeg Sawal, pada Sabtu (22/4) atau 1 Sawal Ehe 1956. Prosesi Ngabekten berlangsung selama dua hari, terbagi dalam Ngabekten Kakung dan Ngabekten Putri.
“Tahun ini, pelaksanaan Garebeg Sawal Ehe 1956 kembali digelar setelah sempat dilakukan pembatasan selama tiga tahun, termasuk pula upacara Ngabekten kepada Ngarsa Dalem. Prosesi arak-arakan gunungan akan berlangsung dari keraton menuju Masjid Gedhe dan dilanjutkan ke Kepatihan dan Pura Pakualaman. Sementara prosesi Ngabekten dilakukan secara tertutup di kompleks Kedhaton,” ungkap GKR Maduretno, Penghageng KHP Parasraya Budaya.
Hari pertama (22/4), rangkaian upacara Ngabekten Kakung terbagi menjadi beberapa kelompok, di antaranya Ngabekten Hageng Kakung, Ngabekten Gangsal Jungan, Ngabekten Darah Dalem, dan Ngabekten Mirunggan. Ngabekten Hageng Kakung dimulai sejak pukul 10.00 – 12.00 WIB. Prosesi ini diikuti oleh Adipati Pakualaman KGPAA Paku Alam X, seluruh Mantu Dalem, Sentana Dalem, dan Bupati serta Pj. Wali Kota Yogyakarta. Tidak hanya itu, Abdi Dalem golongan Punakawan dan Kaprajan berpangkat Riya Bupati Anom dan Riya Bupati Sepuh juga ikut dalam prosesi ini. Setidaknya terdapat 80 Abdi Dalem yang hadir dalam upacara Ngabekten Hageng Kakung di Kagungan Dalem Bangsal Kencana.
Sementara pada pukul 12.30 WIB, upacara Ngabekten Gangsal Jungan dilaksanakan di tempat yang sama. Abdi Dalem yang hadir pada prosesi ini merupakan golongan Punakawan dengan pangkat wedana ke atas. Usai dengan Ngabekten Gangsal Jungan, prosesi dilanjutkan dengan Ngabekten Darah Dalem di emper Gedhong Prabayeksa. Ngabekten Darah Dalem hanya diperuntukkan bagi cucu laki-laki (Wayah Dalem) dari Sultan yang pernah bertakhta. Kelompok terakhir dari upacara Ngabekten Mirunggan diperuntukkan bagi Abdi Dalem keagamaan (Kanca Kaji, Suranata, dan Abdi Dalem Pengulu) serta Abdi Dalem Juru Kunci (penjaga masjid, makam, dan petilasan).
Sehari setelah pelaksanaan Ngabekten Kakung, digelar Ngabekten Putri (23/4). Prosesi dibagi menjadi Ngabekten Hageng Putri dan Ngabekten Abdi Dalem Putri. Ngabekten Hageng Putri yang bertempat di Tratag Gedhong Prabayeksa dimulai pukul 10.00-12.00 WIB. Permaisuri GKR Hemas mengawali sembah bekti kepada Sri Sultan Hamengku Bawono Ka 10. Disusul kemudian oleh GKR Mangkubumi selaku putri sulung Sultan, GKBRAy Adipati Paku Alam (istri KGPAA Paku Alam X), dilanjut Putri Dalem lainnya; GKR Condrokirono, GKR Maduretno, GKR Hayu, dan GKR Bendara. Prosesi kemudian dilanjutkan oleh para Sentana Dalem Putri, Garwa Pangeran, Wayah Dalem Putri, Bupati Sleman (Kustini Sri Purnomo), para istri pejabat daerah, serta Abdi Dalem Putri golongan Punakawan dan Kaprajan.
Setelah itu, Ngabekten dengan Ngarsa Dalem, GKR Hemas menjamu Bupati Sleman dan para istri pejabat daerah, Sentana Dalem serta Abdi Dalem Putri di Pendapa Ndalem Kilen. Jamuan tersebut didahului dengan sungkeman bersama kelima Putri Dalem, yang sedianya selalu dilakukan di Bangsal Pengapit. Sementara itu, Ngabekten Putri khusus Abdi Dalem Keparak berpangkat wedana digelar pukul 13.30 WIB di Emper Gedhong Prabayeksa dan dilanjutkan Ngabekten Keparak dengan GKR Hemas di Pendapa Ndalem Kilen.
Ngabekten Abdi Dalem Keparak menjadi rangkaian terakhir dari upacara Ngabekten Sawal, Ehe 1956 selama dua hari. Seluruh prosesi Ngabekten tahun ini tidak lakukan dengan mencium lutut (ngaras jengku) Sultan. Tata cara Ngabekten dilakukan dengan berjalan jongkok (lampah dhodhok), di hadapan Sri Sultan, yang bersangkutan menangkupkan tangan dalam posisi sembahan sebagai bentuk permohonan maaf dan penghormatan (sembah pangabekti). Bagi KGPAA Paku Alam X dan kerabat Sri Sultan yang lebih tua, tata caranya cukup melakukan Sembah Karna, yakni mengangkat kedua telapak hingga ibu jari menyentuh telinga. Meski prosesi Ngabekten sedikit berbeda, esensi dan rasa bakti dari upacara tersebut tetap dipertahankan. Perihal ini dilakukan demi kesehatan sekaligus mengingat infeksi dari virus covid-19 masih cukup tinggi.