Keraton Yogyakarta Turut Berpartisipasi dalam Muhibah Budaya 2023 di Tulungagung
- 12-09-2023
Keraton Yogyakarta turut berpartisipasi dalam agenda Muhibah Budaya Mataram 2023 yang digelar Pemerintah Daerah (Pemda) DIY melalui Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur pada Senin (24/07). Muhibah Budaya Mataram tahun ini mengangkat tema “Merajut Budaya Mataram dari Yogyakarta untuk Indonesia.”
“Seperti yang sudah diinformasikan Ibu Dian (Kepala Dinas Kebudayaan DIY) tahun ini Keraton Yogyakarta turut berpartisipasi pada Muhibah Budaya di dua tempat yaitu Madiun dan Tulungagung. Di Madiun kami juga ikut memfasilitasi serangkaian workshop, nah di Tulungagung ini kami berpartisipasi dalam pentas di acara puncaknya tanggal 24 Juli,” ungkap KPH Notonegoro Penghageng Kawedanan Kridhamardawa.
Wakil Gubernur DIY KGPAA Paku Alam X bersama dengan KPH Notonegoro sebagai perwakilan dari Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, Kepala Dinas Kebudayaan DIY Dian Lakshmi Pratiwi serta perwakilan OPD Pemda DIY, tampak hadir di Pendopo Kongas Arum Kusumaningbongso, Tulungagung. Penampilan sebuah tarian dari tuan rumah menjadi pembuka yang hangat, disusul Tari Gambyong Marikangen dari Kabupaten Tulungagung yang dibawakan oleh 7 penari putri dengan kostum serba hijau.
“Jika kita membuka lembaran sejarah, memang terdapat benang merah yang menyambung hubungan Yogyakarta dengan Tulungagung. Tautan sejarah ini berawal dari Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755, di mana Tulungagung dan beberapa daerah di Jawa Timur menjadi daerah mancanegara Ngayogyakarta Hadiningrat,” ungkap Sri Paduka Paku Alam X saat membacakan sambutan Gubernur DIY.
Gayung bersambut, Bupati Tulungagung Maryoto Birowo juga menyetujui bahwa hubungan sejarah antara Yogyakarta dan Tulungagung sangat kuat hingga saat ini, salah satunya dengan tradisi jamasan pusaka Kanjeng Kiai Upas. “Pusaka Kanjeng Kiai Upas merupakan salah satu warisan dari zaman Mataram Islam. Konon, tombak Kanjeng Kiai Upas dibawa oleh Raden Mas Tumenggung Pringgodiningrat putra dari Pangeran Noyokusumo Pekalongan yang menjadi menantu Sultan Hamengku Buwono II. Sedang saat itu Kabupaten Tulungagung masih berbentuk Kadipaten Ngrowo,” tutur Bapak Maryoto.
Selain itu, Bapak Maryoto juga menambahkan bahwa di Kabupaten Tulungagung juga masih terdapat warisan budaya yang mirip dengan budaya Yogyakarta. Ditandai dengan masih hidupnya sanggar tari yang melestarikan tari-tari klasik gagrag Yogyakarta.
Usai sambutan dari Bupati Tulungagung, kembali hadir satu tarian dari Kabupaten Tulungagung yaitu Tari Kenya Ngrowo. Tarian ini merupakan karya kreasi baru yang memadukan berbagai jenis tari yang hidup di Tulungagung seperti Beksan Tayub, Reog Kendang, maupun Tari Jaranan. Tarian ini juga dibawakan oleh tujuh penari putri dengan kostum serba kuning. Menyusul kemudian, penampilan dua tarian dari Kawedanan Kridhamardawa.
Tari pertama adalah Beksan Golek Jangkung Kuning, yang diciptakan oleh KRT Wiraguna pada tahun 1931. Golek Jangkung Kuning menggambarkan tingkah laku (solah bawa) seorang gadis remaja yang senang merawat tubuh (ngadi salira) dan bersolek (ngadi busana).
Tari kedua adalah Beksan Pethilan Anila-Prahastha yang menceritakan peperangan antara Patih Prahastha dari Alengkadiraja melawan Raden Anila dari Pancawati yang merupakan pendukung Prabu Ramawijaya. Namun, pada kesempatan kali ini, Beksan Anila-Prahastha tampil berbeda.
“Kalau biasanya Beksan Pethilan Anila-Prahastha ini hanya ditarikan 2 orang, satu penari menjadi Anila dan satu penari lainnya berperan sebagai Patih Prahastha, pada Muhibah Budaya 2023 ini kami coba menggarap dengan penari yang lebih banyak. Jadi tak hanya Raden Anila, ada juga tokoh Anala dan Joyosuseno. Sedangkan untuk musuhnya tak hanya Patih Prahastha, tetapi ada dua tumenggung,” papar RB Putramatoyo yang dalam agenda Muhibah Budaya 2023 ini mengemban tugas sebagai pangarsa palakerti atau pimpinan produksi.
Ketiga bala kapi, Anila berkostum serba biru diperankan oleh MJ Sigromardowo, Anala berkostum serba merah diperankan oleh MJ Panggahmatoyo, dan Joyosuseno berkostum serba hijau diperankan oleh MB Hastomatoyo tampak mengawali tarian dengan iringan yang familier di telinga masyarakat karena ramai dikenal dengan Flashmob Beksan Wanara. Tak lama kemudian muncul musuh dari ketiga wanara tersebut, yaitu Patih Prahastha yang diperankan oleh Mochamad Samiaji, serta dua tumenggung yang diperankan oleh Oksi Kurniawan dan Margantoro.
Pertempuran antara kedua pihak tak terelakkan, meskipun Anala dan Joyosuseno dapat dipukul mundur, Anila berhasil mengalahkan dua tumenggung, menyisakan perang tanding satu lawan satu dengan Patih Prahastha. Pertempuran begitu sengit, namun berakhir dengan kemenangan Anila bersama dengan Anala dan Joyosuseno dan kematian Patih Prahastha. Penampilan Beksan Pethilan Anila-Prahastha ini pun mengakhiri acara puncak Muhibah Budaya 2023 di Tulungagung.
“Semoga dengan adanya Muhibah Budaya ini silaturahmi kembali terjalin antara Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Kabupaten Tulungagung. Kebudayaan termasuk kesenian di dalamnya dari dua daerah bisa saling kenal, kemudian bisa lebih dikenali seluruh elemen masyarakat sebagai bentuk nguri-uri dan ngurip-urip kabudayan. Tujuan akhirnya tentu demi kemajuan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tutup KPH Notonegoro.