Peringati Hari Tari Sedunia 2024, Beksan Kuda Gadhingan Tampil Memukau
- 29-04-2024
Cahaya malam temaram menghiasi Pendapa GPH Joyokusumo ISI Surakarta, salah satu lokasi gelaran ke-18 dari 24 Jam Menari ISI Surakarta untuk memperingati Hari Tari Sedunia 2024. Waktu menunjukkan pukul 19.30 WIB ketika Lagon Wetah Slendro Sanga sayup terdengar. Lagon yang dibawakan Kanca Lebdaswara pun terdengar makin jelas bersamaan dengan masuknya 10 Mataya (penari) Kakung menarikan Beksan Kuda Gadhingan, pada Senin (29/04).
“Beksan Kuda Gadhingan Yasan Dalem (karya) Sri Sultan Hamengku Buwono V ini sangat istimewa karena lama tidak ditarikan, kemudian melalui proses penggalian yang panjang dari naskah yang saat ini disimpan di Kawedanan Widyabudaya. Kami rekonstruksi pertama kali pada September 2020 melalui agenda Uyon-Uyon Hadiluhung, kemudian baru sekali pentas saat Pembukaan Pameran Bojakrama pada awal tahun 2021, itu pun tapping karena masih pandemi. Jadi momentum Hari Tari Sedunia 2024 ini pas untuk mementaskan Beksan Kuda Gadhingan ini di luar keraton dan bisa disaksikan masyarakat secara luas juga di ISI Surakarta,” papar KPH Notonegoro, Penghageng Kawedanan Kridhamardawa.
Beksan ini mengambil kisah roman Panji dalam Wayang Gedog yang menceritakan peperangan antara Raden Kuda Gadhingan dari Kerajaan Jenggala dengan Patih Mandra Sudira dari Kerajaan Pudhak Sategal. Mereka berperang demi memperebutkan Dewi Candrakirana, yang dipercaya sebagai titisan Dewi Anggraeni oleh kedua pihak, kemudian peperangan tersebut dimenangkan oleh Raden Kuda Gadhingan.
Dua penari andel atau pancer yakni RB Putromatoyo dan MB Sinangmatoyo memerankan tokoh Raden Kuda Gadhingan dan Patih Mandra Sudira. Sedangkan delapan penari lain (sipat) berperan sebagai wadya, masing-masing mengenakan busana serba hitam, kuning, merah dan putih. Keempat warna tersebut terinspirasi dari filosofi keblat papat lima pancer melambangkan hawa nafsu yang ada di dalam diri setiap manusia; mutmainah (sinar) berwarna kuning, supiyah (kesucian) berwarna putih, aluamah (makan) berwarna hitam, dan amarah (kemurkaan) berwarna merah.
“Beksan Kuda Gadhingan ini memang terinspirasi dari Srimpi Renggawati yang juga Yasan Dalem dari Ngarsa Dalem V. Di mana filosofi keblat papat lima pancer ini merupakan Wasiat Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono V kepada adiknya, KGPA Mangkubumi, ketika menciptakan Srimpi Renggawati. Menariknya, filosofi ini juga diterapkan pada Beksan Kuda Gadhingan, dan ini jarang ditemukan dalam beksan kakung gaya Yogyakarta lainnya,” ungkap KPH Notonegoro terkait kekhasan Beksan Kuda Gadhingan.
Sepuluh penari Beksan Kuda Gadhingan dari Keraton Yogyakarta tak henti memukau para penonton yang hadir di Pendapa GPH Joyokusumo ISI Surakarta. Terutama usai Kanca Kagunan yang bertugas lados pada malam itu, menyerahkan senjata berupa gada kepada para penari. Sebagai tokoh protagonis, Raden Kuda Gadhingan beserta 4 penari sipat-nya menggunakan gada bindi (bergerigi), sedangkan tokoh antagonis, Patih Mandra Sudira beserta 4 penari sipat-nya, menggunakan gada polos.
Sesaat usai gada berada di tangan para penari, terdengarlah gendhing yang seolah menghipnotis para penonton gelaran The 18th Dance Fair – 24 Jam Menari ISI Surakarta yang mengangkat tema #SKENAMENARI Bersua – Bercengkrama – Berkelana. Iringan khas tersebut adalah Gendhing Kemanakan yang diperkaya dengan instrumen khusus berupa kemanak dan klinthing robyong bernama Kiai Sekar Delima. Dalam tarian ini, Gendhing Kemanakan hadir mengiringi gerak enjer untuk menggambarkan suasana sebelum maju perang.
“Bahkan gerak enjeran yang diiringi kemanakan ini juga memiliki pola lantai yang khas, namanya pola lantai tunjung teratai. Pola ini menjadi tata gelar yang bentuknya seperti bunga teratai yang mengembang menguncup. Pola ini terwujud dari ragam gerak lampah sekar dan kipat gajahan untuk berputar,” papar MB Pujimatoyo, Abdi Dalem Kawedanan Kridhamardawa yang dalam gelaran ini mengemban amanah selaku pimpinan produksi.
Usai Gendhing Kemanakan yang magis mengalun, bersambut gagahnya Gendhing Gangsaran dan Monggang yang mengiringi visualisasi peperangan kubu Raden Kuda Gadhingan melawan kubu Patih Mandra Sudira. Kedua gendhing pengiring peperangan ini terasa makin agung dengan hadirnya instrumen musik barat berupa alat tiup dan perkusi yang dimainkan oleh Abdi Dalem Musikan. Sesuai jalan cerita dalam naskah, Patih Mandra Sudira pun berhasil dikalahkan oleh Raden Kuda Gadhingan.
Sekitar tiga puluh menit kesepuluh penari menghadirkan Beksan Kuda Gadhingan. Lagon Jugag Slendro Sanga pun akhirnya berkumandang, menjadi penanda usainya sajian dari Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat yang disambut tepuk tangan meriah dari para penonton dan tamu undangan.
The 18th Dance Fair – 24 Jam Menari ISI Surakarta dengan tema #SKENAMENARI Bersua – Bercengkrama – Berkelana, pada perayaan Hari Tari Sedunia 2024 ini memiliki konsep festival. Tahun ini, panitia menghadirkan 11 penari dan pemusik yang berkesenian selama 24 jam nonstop dari dalam dan luar negeri, serta berbagai pementasan tari dari berbagai genre dan usia penampil, Panggung Skena, orasi budaya, dan bazar.
“Meski tidak bisa hadir langsung di lokasi, saya sempat menyimak siaran langsungnya di YouTube ISI Surakarta, dan bersyukur sekali atas respons positif para penonton. Semoga penampilan Beksan Kuda Gadhingan bisa menghibur sekaligus memberikan pembelajaran bagi siapa saja yang menyaksikan. Selamat Hari Tari Sedunia 2024, semoga seni dan budaya nusantara, khususnya seni tari tradisi juga bisa makin mendunia,” pungkas KPH Notonegoro.