Antusias Ribuan Masyarakat Ikuti Gelaran Mubeng Beteng, Peringati 1 Sura Je 1958
- 09-07-2024
Hajad Kawula Dalem Mubeng Beteng baru saja diselenggarakan pada Minggu (07/07) dalam rangka memperingati Tahun Baru Jawa 1 Sura Je 1958/1 Muharam 1446 H. Prosesi Mubeng Beteng ini merupakan Hajad Kawula Dalem atau tradisi yang diinisiasi oleh Paguyuban Abdi Dalem Keraton Yogyakarta dan didukung penuh oleh Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY.
Minggu (07/07), sembari menunggu waktu tengah malam, sekitar pukul 19.30 WIB, sekelompok Abdi Dalem dari berbagai tepas dan kawedanan hadir berkumpul di Pelataran Kamandungan Lor (Keben). Semuanya khidmat menyimak pembacaan tembang Macapat yang memuat syair doa-doa dalam bahasa Jawa.
Pembacaan Macapat dipimpin oleh KMT Projosuwasono, yang diawali dengan tembang Kidung Tolak Balak, dilanjutkan Kidung Pandonga Murih Raharjaning Kawula, Pathokan Ngetang Tanggal 1 Sura, Tanggal Siji Sura Selebeting 1 Windu, Muji Sokur Jogjakarta Tetep Istimewa, Werdining Surat Al Fatihah, Kidungan, Sekar Panutup, dan Tahun Jawi Islam Sultan Kagungan.
Sebelum melepas Utusan Dalem Mubeng Beteng, Putra Dalem Putri GKR Mangkubumi yang hadir bersama Menantu Dalem KPH Purbodiningrat memberikan sambutan bahwasanya ketika menapaki tahun baru, sudah sewajarnya manusia melakukan refleksi atas tahun yang sebelumnya sebagai bentuk pembelajaran menapaki satu tahun berikutnya. “Saya mengucapkan Selamat Tahun Baru, 1 Sura Je 1958, semoga semua mendapatkan berkah dan keselamatan. Tahun ini, kita kembali melaksanakan Mubeng Beteng yang telah masuk Warisan Budaya Takbenda. Mari bersama-sama kita jaga dan kita laksanakan dengan sebaik-baiknya,” ungkap Gusti Mangkubumi.
Prosesi Mubeng Beteng lekas dibuka dengan penyerahan bendera Merah Putih oleh GKR Mangkubumi kepada Utusan Abdi Dalem. Bendera Merah Putih tersebut akan dibawa selama perjalanan bersama dengan tujuh bendera (klebet) lain, yakni Gula Klapa (bendera Kasultanan), Budi Wadu Praja (DI Yogyakarta), Bangun Tolak (Yogyakarta), Mega Ngampak (Sleman), Podang Ngisep Sari (Gunungkidul), Pandan Binetot (Bantul), dan Pareanom (Kulon Progo).
Prosesi Mubeng Beteng dimulai tepat pada pukul 24.00 WIB atau jam 12 malam, ketika lonceng jam di kompleks Keben dibunyikan sebanyak 12 kali. Para Abdi Dalem serta masyarakat umum turut melakukan refleksi diri dan berdoa kepada Sang Pencipta dengan berjalan sejauh kurang lebih 5 kilometer. Prosesi ini mengitari Benteng Baluwarti Keraton Yogyakarta dengan berlawanan arah jarum jam. Adapun rute yang dilalui mulai dari Keben-Jalan Agus Salim-Ngabean-Jalan Wahid Hasyim-Jalan MT Haryono-Plengkung Gading-Jl. Mayjen Sutoyo-Jl. Brigjen Katamso-Jl. Ibu Ruswo-Keben.
Menurut KRT Kusumonegoro, proses mengitari Benteng Keraton berlawanan dengan arah jarum jam bermakna bahwa manusia harus berani mengambil langkah yang berbeda di tahun baru supaya tidak kembali melakukan kesalahan yang sama. “Kita harus siap mengubah segala sesuatu yang mungkin terjadi di tahun lalu yang kurang baik,” jelas KRT Kusumonegoro.
Ribuan masyarakat umum antusias meramaikan tradisi Mubeng Beteng, baik ikut serta di belakang rombongan Abdi Dalem atau tumpah ruah menyaksikan sepanjang rute yang dilalui. Mubeng Beteng ini juga merupakan bagian dari tirakat lampah ratri, yang bermakna meditatif hening mengelilingi benteng keraton pada malam hari, tanpa alas kaki, dan langkah tapa bisu (tanpa berbicara sepanjang rute) sebagai sarana mendapatkan keberkahan dari Tuhan. Keseluruhan agenda Mubeng Beteng berakhir pada pukul 01.40 WIB.