Beksan Jayenglaga, Keperwiraan Dalam Gelar Catur Sagatra
- 09-08-2024
Sabtu malam (03/08), Benteng Vredeburg menjadi saksi dari Pagelaran Catur Sagotra 2024, anjangsana budaya dari empat praja atau Dinasti Mataram di Yogyakarta dan Surakarta. Pagelaran Catur Sagotra yang biasanya digelar di Kagungan Dalem Bangsal Pagelaran atau Pendapa Kompleks Kepatihan, tahun ini memilih Benteng Vredebug sebagai bagian dari latar penyelenggaraan. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat di Yogyakarta secara umum dapat lebih leluasa menjadi saksi keempat wangsa Mataram sebagai pelestari budaya sekaligus pengemban tanggung jawab sebagai punjering Mataram.
Pergelaran Catur Sagotra setiap tahun selalu menghadirkan tema-tema khusus dan kemudian diwujudkan dalam bentuk suguhan seni pertunjukan. Tahun ini, tema keprajuritan dipilih untuk menegaskan wujud nyata dari kesatuan prajurit dari masing-masing praja yang berhasil beradaptasi pada kondisi hari ini. Transformasi dari kesatuan prajurit sebagai kesatuan militer diwujudkan dalam bentuk prajurit budaya. Di sisi lain, semangat keprajuritan tersebut dialihwahanakan dalam bentuk seni pertunjukan yang disuguhkan pada momentum ini.
Dalam pergelaran Catur Sagotra 2024, Keraton Yogyakarta menyuguhkan Beksan Jayenglaga karya Sri Sultan Hamengku Bawono Ka 10, Keraton Surakarta menyajikan Beksan Wireng Wira Iswara karya Sri Susuhunan Paku Buwono XIII, Pura Mangkunegaran menyajikan Srimpi Suralaksana karya KGPAA Mangkoenagoro X, dan Pura Pakualaman menyajikan Beksan Inum karya KGPAA Paku Alam VII.
Pemilihan Beksan Jayenglaga sebagai tari bertema keperwiraan didasari atas amanat tokoh Raden Jayenglaga seorang senopati perang dari Kerajaan Jenggala. Diceritakan Raden Jayenglaga berperang melawan saat Prabu Mandrasena berniat memperluas daerah kekuasaannya hingga Jenggala. Niat tersebut padam karena Prabu Mandrasena dikalahkan Raden Jayenglaga. Beksan Jayenglaga sendiri merupakan bentuk alih wahana dari kisah Wayang Gedhog dalam manuskrip Serat Kandha Klangenan Dalem Beksan Lawung Ringgit yang ditulis pada mas pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono I (1755-1792), dan saat ini tersimpan di British Library. Kisah Raden Jayenglaga terperinci pula dalam Serat Kandha “Kalangenan Dalem Beksan Kuda Gadhingan” yang ditulis pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono V (1823-1855) dan menjadi koleksi Perpustakaan Kawedanan Widya Budaya.
“Pilihan Beksan Jayenglaga berdasarkan kesesuaian tema tahun ini, yaitu keperwiraan atau keprajuritan. Beksan Jayenglaga juga merupakan beksan kakung teranyar dari ciptaan Ngarsa Dalem, dan Catur Sagotra dapat menjadi panggung terbuka bagi masyarakat untuk dapat menyaksikannya secara langsung,” jelas KPH Notonegoro selaku Penghageng Kawedanan Kridhamardawa.
Sementara, dalam laporan Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY, ditegaskan bahwa Catur Sagotra menjadi wujud dari refleksi sejarah Mataram yang diwujudkan dalam bentuk pameran, atraksi pajurit, dan pertunjukan karya seni dari masing-masing keraton dan kadipaten. Melalui kegiatan Catur Sagotra, Dinasti Mataram yang terdapat di Yogyakarta maupun Surakarta secara berimbang diharapkan sebagai pusat informasi pengembangan budaya yang telah diwariskan oleh para leluhur.
“Selain sebagai pusat pengembangan budaya, kegiatan ini juga merupakan upaya keempat penerus dinasti Mataram di Yogyakarta dan Surakarta untuk terus menjaga dan melestarikan budaya yang diwariskan leluhur,” ungkap Dian Lakshmi Pratiwi, Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY.
Pada malam Catur Sagotra, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta yang diwakili oleh Wakil Gubernur DIY KGPAA Paku Alam X beserta perwakilan dari Keraton Yogyakarta dan Pura Pakulaman disambut dengan atraksi prajurit saat tiba di Museum Benteng Vredeburg. Tak lama berselang, perwakilan dari Keraton Surakarta dan Pura Mangkunegaran hadir untuk menyaksikan gelaran seni pertunjukan yang dikemas apik. Tampak GKR Mangkubumi, GKR Hayu, GKR Bendara, dan KPH Notonegoro hadir mewakili Keraton Yogyakarta. Sementara beberapa tamu undangan lain yang tampak hadir di antaranya, KGPAA Mangkoenagara X, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Hamangkunegoro Sudibyo Rajaputra Narendra Mataram, GRAj Ancillasura Marina Sudjiwo, KPH Indrokusumo, dan Putra/Putri Sentana Dalem lainnya.
Seusai pertunjukan tari pada pukul 22.00 WIB, para Putra Dalem dan Mantu Dalem dari masing-masing wangsa Mataram menyempatkan untuk mengunjungi pameran bersama, bertajuk Mahadiwira: Prajasena Dinasti Mataram. GKR Mangkubumi, GKR Hayu, GKR Bendara, dan KPH Notonegoro menyempatkan berfoto dan menyaksikan setiap koleksi busana, serta narasi yang dikemas dalam kisah Adi-balakosa, Prajurit Keraton Yogyakarta.