Geladi Bersih Prajurit, Keluarnya Kiai Guntur Sari, dan Numplak Wajik: Persiapan Jelang Garebeg Mulud

Minggu pagi (08/09), sepuluh kesatuan prajurit Keraton Yogyakarta tengah menjalani geladi bersih dalam rangka mengawal keluarnya Gunungan Garebeg Mulud Je 1958/2024 seminggu kemudian pada Senin (16/09).

Desain Postingan 1

Dahulu kesatuan prajurit berkumpul di kompleks Pratjimosono sebelum prosesi dimulai, kini beralih ke kompleks Kamandungan Kidul. Rute latihan dimulai dari dari Kamandungan Kidul-Magangan-Kedhaton-Pagelaran-Masjid Gedhe-Ndalem Mangkubumen hingga kembali ke Kamandungan Kidul. Dalam latihan ini, para prajurit sudah mengenakan seragam kesatuan lengkap dengan atribut masing-masing. 

Desain Postingan 7

Meski masih dalam proses geladi bersih, masyarakat dan wisatawan antusias di sepanjang jalan barat Alun-alun Utara untuk melihat lebih dekat iring-iringan prajurit. Pada kesempatan ini, tampak RM Drasthya Wironegoro, putra dari GKR Mangkubumi kembali bertugas menjadi Kapten dari kesatuan Prajurit Wirabraja dan Mantu Dalem KPH Notonegoro bertugas sebagai Manggalayudha.

Desain Postingan 10

Selama rangkaian geladi bersih kali ini, keraton merevitalisasi keluarnya seperangkat Gamelan Kanjeng Kiai Guntur Sari, yang dimainkan untuk mengiringi arak-arakan Gunungan. Gangsa Kanjeng Kiai Guntur Sari memainkan Gendhing Bubaran Panyutra Laras Pelog Pathet Barang, untuk mengiringi Prajurit Nyutra menari sambil menuruni tangga dari Sitihinggil Lor menuju Tratag Rambat Bangsal Pagelaran. Sementara Gendhing Ladrang Bapang Sapikul Laras Pelog Pathet Barang, untuk mengiringi Abdi Dalem Citralata dan Pralata yang menari sebagai penolak bala.

Desain Postingan 14

Adapun prosesi ini dilakukan karena berkaitan dengan catatan sejarah yang menunjukkan tentang adanya perangkat gamelan peninggalan Sri Sultan Hamengku Buwono I yang dikirab saat gunungan keluar dari Sitihinggil. Di sisi lain, Kiai Guntur Sari juga digunakan untuk mengiringi upacara-upacara resmi keraton, seperti pergelaran tari Beksan Trunajaya, Hajad Dalem Supitan dan Tetesan, dan Prajurit Langenastra saat Garebeg Mulud. Dikarenakan parasnya hampir sama dengan Gangsa Sekati, gamelan ini juga digunakan untuk latihan acara Sekaten.

Desain Postingan 18

Lima hari kemudian, tepatnya pada Jumat sore (13/09), Keraton Yogyakarta melaksanakan prosesi Numplak Wajik di Panti Pareden, kompleks Magangan. Inti prosesi yang dipimpin Putri Sulung Sri Sultan, GKR Mangkubumi, adalah menuangkan sebakul wajik sebagai bakal calon badan Gunungan Estri. Gunungan yang juga dikenal sebagai Gunungan Wadon ini selanjutnya akan dibagikan kepada masyarakat bersama dengan empat jenis Gunungan lainnya pada saat prosesi Hajad Dalem Garebeg Mulud, Senin (16/09).

Desain Postingan 1

Selama upacara berlangsung, Abdi Dalem Keparak memainkan Gejok Lesung, sebuah alat musik yang terdiri dari alu (pemukul yang terbuat dari kayu) dan lesung (wadah yang dipukul), yang dahulu digunakan sebagai penumbuk padi. Irama lesung bertalu-talu menandai mulainya upacara Numplak Wajik, sekaligus unsur penolak bala.

Desain Postingan 4

Beberapa wisatawan serta masyarakat di sekitar kompleks Magangan telah berjubel untuk melihat lebih dekat rangkaian prosesi Numplak Wajik dan juga untuk menerima Singgul dan Kinang yang dibagikan oleh Abdi Dalem Keparak (Abdi Dalem perempuan). 

Desain Postingan 12

Singgul ini di oles ke bagian tubuh seperti belakang telinga atau kaki, karena dianggap sebagai bentuk penolakan atas hal-hal negatif. Sementara kinang terbuat dari campuran tembakau, kapur atau gamping, dan gambir yang disatukan dan dibungkus dalam daun sirih. Jika kinang di konsumsi, maka terdapat campuran rasa seperti sepat, manis, ataupun pahit dalam gigitannya, yang melambangkan berbagai rasa dalam menjalani kehidupan. 

Desain Postingan 18