Di Bumi Mataram, Yogyakarta Royal Orchestra Kenang 100 Tahun Karya Megah Sang Maestro, Giacomo Puccini
- 09-10-2024
Gempita tepuk tangan diiringi semarak sukacita 750 hadirin menandakan bahwa konser “A Tribute to Giacomo Puccini” telah sukses diselenggarakan. Agenda ini merupakan kolaborasi antara Yogyakarta Royal Orchestra dan Choir yang dipimpin oleh pengaba Margherita Colombo, serta penyanyi tenor Italia Alessandro Fantoni saat menyajikan Turandot sebagai penampilan terakhir konser Sabtu malam (21/09) di auditorium pertunjukan seni Taman Budaya Yogyakarta.
Secara umum, gelaran opera klasik ala Italia “A Tribute to Giacomo Puccini” dipersembahkan oleh Yogyakarta Royal Orchestra dan Yogyakarta Royal Choir bekerja sama dengan Kedutaan Besar Italia dan Institut Kebudayaan Italia Jakarta yang dilaksanakan untuk memeringati 75 tahun hubungan bilateral Indonesia dan Italia. Bersamaan dengan hal tersebut, tahun 2024 merupakan tahun ke-100 kepergian komposer Italia bernama lengkap Giacomo Antonio Domenico Michele Secondo Maria Puccini yang wafat pada 1924 silam.
Tergolong sebagai salah satu komposer Italia terbesar dan tersukses di generasinya, Giacomo Puccini, dikenang atas kiprahnya dalam menciptakan kisah opera klasik. Pergelaran ini membawakan karya opera ternamanya diantaranya yaitu opera Le Villi, La Boheme, Manon Lescaut, Madama Butterfly, Tosca, dan Turandot. Nuansa Italia tidak hanya teriring dalam lantunan irama orkestra, Yogyakarta Royal Orchestra mendatangkan pengaba dari Italia yaitu Margherita Colombo, yang juga seorang pianis, dan komposer yang sudah melakukan produksi, proyek orkestra, dan ensambel besar di Italia dan luar negeri. Selain itu, didatangkan pula penyanyi opera soprano Carmen Lopez dan tenor Alessandro Fantoni yang telah memiliki berbagai pengalaman sebagai penyanyi opera dalam kancah internasional.
Hadir sebagai tamu kehormatan, Sri Sultan Hamengku Bawono Ka 10 memasuki auditorium diiringi dengan Gendhing Surcelli. Turut hadir Putra Dalem Putri yaitu GKR Mangkubumi, GKR Condrokirono, dan GKR Hayu, Mantu Dalem KPH Notonegoro, Wayah Dalem RM Drasthya Wironegoro, Rayi Dalem GBRAy Riyokusumo serta RM Sakanti Kuswardhono. Konser ini juga dihadiri oleh KRA Rizki Baruna Ajidiningrat sebagai perwakilan dari Kasunanan Surakarta, GRAj Ancillasura Marina Sudjiwo dari Pura Mangkunegaran, dan KRT Suryo Hadipuspoyo dari Pura Pakualaman. Direktur Institut Kebudayaan Italia Jakarta Maria Battaglia, perwakilan Konsulat Kehormatan Meksiko dan Austria juga memenuhi undangan. Tidak tertinggal, hadir pula jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah.
Alunan orkestra pertama yang dimainkan malam itu adalah Preludio, Le Villi. Opera ini merupakan bagian pembuka dari opera berjudul Le Villi sebagai karya opera pertama Giacomo Puccini yang pertama kali dimainkan pada tahun 1884. Dalam karyanya ini, Puccini ingin menyuguhkan ketegangan melalui rajutan orkestrasi yang menggambarkan suasana hutan misterius, magis, dan penuh rahasia. Disusul opera La Bohème yang dinyanyikan oleh tokoh Mimi (Carmen Lopez) dan Rodolfo (Alessandro Fantoni), opera ini mengambil latar musim dingin dengan mengisahkan interaksi romantisme dari tokoh Mimi dan Rodolfo.
Selepas itu, Manon Lescaut dipilih sebagai opera ketiga yang disuguhkan. Diawali dengan intermezzo, penonton diajak untuk merasakan pengalaman emosional melalui melodi melankolis yang dimainkan bergantian dari cello, viola, dan violin. Pengalaman emosional ini kemudian akan menjadi lengkap ketika secara bersamaan Yogyakarta Royal Orchestra dengan pengaba Margherita Colombo memainkan bagian tutti setelahnya, yang ditambah dengan adanya kontras dinamika yang membuat bagian ini semakin memperdalam narasi kisah dari Manon dan des Grieux dalam opera Manon Lescaut.
Opera Madama Butterfly merupakan opera yang dimainkan selanjutnya. Opera ini menceritakan kerentanan hati, keteguhan, kerinduan, kesedihan, dan kebahagiaan dari tokoh Cio Cio San dan Pinkerton. Performa emosional Carmen Lopez yang berperan sebagai Cio Cio San dan Pinkerton yang diperankan oleh oleh Alessandro Fantoni mengajak penonton untuk dapat merasakan intuisi asmara dari kedua tokoh tersebut. Kemudian Babak II Le Villi, torna ai felici di yang dinyanyikan oleh tokoh Roberto (Alessandro Fantoni) menghadirkan nuansa penyesalan mendalam dari kesedihan yang menimpa Roberto. Konflik batin dari tokoh Roberto dihadirkan oleh Yogyakarta Royal Orchestra dengan nuansa melankolis.
Opera keenam yang disuguhkan adalah Tosca. Dalam karya ini, Puccini ingin menghadirkan perasaan Tosca yang mengalami krisis emosional tentang cinta dan kehidupan terhadap kekasihnya, Cavaradossi, yang ditangkap dan dieksekusi. Berlatarkan Kastil Sant’Angelo, penyesalan dan keputusasaan yang didukung dengan suasana gelap dan menakutkan dihadirkan oleh Puccini melalui musik dengan penuh pengolahan kontras. Opera Le Villi diselesaikan dengan Mario, Mario, Mario sebagai momen Puccini untuk menciptakan ketegangan musikal yang mengiringi suasana kemarahan dan keputusasaan. Penekanan pada tema tragis atas hubungan Tosca dan Cavaradossi ini dibawakan secara cemerlang oleh Alessandro Fantoni dan Carmen Lopez.
Karya terakhir yang ditampilkan adalah Turandot. Dipilihnya Turandot sebagai sajian puncak memberi kesan atas puncak pengharapan akan kemenangan yang disuguhkan dengan ketegangan melalui susunan nada-nada dari Puccini yang dramatis. Kehadiran melodi yang energico serta kontras dinamika yang begitu lebar menambahkan kesan atas penyampaian maksud sang tokoh mengenai keyakinan akan kemenangan. Suara indah nan megah Alessandro Fantoni dan Yogyakarta Royal Choir beradu menggema di auditorium saat itu.
Meski berbahasa Italia, penonton tetap dapat menikmati penampilan karya opera klasik Puccini karena terdapat layar kecil di bagian atas panggung untuk melihat subtitle (terjemahan). Adapun siaran tunda konser konser “A Tribute to Giacomo Puccini” akan tayang pada 29 November 2024 pukul 19.00 WIB di kanal YouTube Kraton Jogja, bertepatan dengan tanggal 100 tahun kepergian Puccini.
“Konser yang diselenggarakan oleh Keraton Yogyakarta ini merupakan perayaan persahabatan yang mendalam antara kedua bangsa. Pertunjukan malam ini merupakan bukti kekayaan pertukaran budaya yang berkembang antara Indonesia dan Italia selama 75 tahun terakhir. Hal ini mencerminkan komitmen kami untuk membina hubungan melalui rasa saling menghormati dan cinta terhadap warisan budaya satu sama lain,” ungkap KPH Notonegoro selaku Penghageng Kawedanan Kridhamardawa yang menaungi Yogyakarta Royal Orchestra.
Perjalanan 100 tahun merupakan pengembaraan pembuktian karya seorang maestro, apakah karyanya akan hilang atau dikenang. Setiap opera yang diciptakan memiliki nuansa khas dengan berisikan berbagai perasaan manusia dalam kehidupan. Konser “A Tribute to Giacomo Puccini” adalah sebuah bukti atas karya-karya istimewa yang tetap bernyawa seiring dengan kehidupan yang akan terus berkembang. Dalam sepak terjang yang dilaluinya, Puccini pernah menciptakan opera Il tabarro: “Chi ha vissuto per amore, per amore si morì”, “He who has lived for love, has died for love”. Satu abad karya Puccini yang berjalan bersama masa menegaskan bahwa ternyata benar, “Dia yang hidup untuk cinta, mati juga untuk cinta”.