Kisah Permaisuri Menjelma Pameran Parama Iswari
- 09-10-2024
Menempati Gedhong Kapa sisi selatan dan Gedhong Sarang Baya, Keraton Yogyakarta menyelenggarakan pameran akhir tahun dengan jenama ‘Parama Iswari: Mahasakti Keraton Yogyakarta’. Diawali dengan seremoni pembukaan oleh Sri Sultan Hamengku Bawono Ka 10 dan Gusti Kanjeng Ratu Bendara pada Sabtu malam (05/10), pameran dapat dikunjungi publik mulai 6 Oktober 2024 – 26 Januari 2025.
Dengan meminjam terminologi Permaisuri, penerkaan ulang akan makna peran perempuan dalam lingkup masyarakat menjadi fokus utama Penghageng Kawedanan Hageng Punakawan Nitya Budaya sekaligus Ketua Panitia Pameran GKR Bendara yang menuturkan bahwa, “Pameran ini merupakan perayaan maupun perlawanan untuk menjawab kondisi privat dan publik bagi perempuan. Kemudian juga menjadi tawaran baru bagi perempuan yang dikisahkan, dengan meminjam narasi Prameswari untuk memberi sumbangsih atas kesadaran sosial bagi perempuan dan masyarakat secara umum.”
Pembukaan pameran dilangsungkan dengan pertunjukan Wayang Wong yang dilaksanakan selama empat malam sejak 1, 2, 4, dan 5 Oktober 2024. Empat episode Wayang Wong mengambil lakon ‘Darmadewa – Darmadewi’, disuguhkan secara epik oleh Kawedanan Kridhamardawa di Kagungan Dalem Bangsal Pagelaran. Pada sambutan hari pertama pertunjukan Wayang Wong, Selasa (01/10), GKR Hayu merefleksikan tujuan pergelaran Wayang Wong sebagai pembuka pementasan, “Mengusung lakon Darmadewa Darmadewi, gelaran Wayang Wong sebaiknya tidak dimaknai sebagai perayaan, namun diharapkan mampu menjadi tontonan sekaligus tuntunan bagi masyarakat. Tujuan yang serupa terselip dalam gelaran pameran akhir tahun yang mengusung tema Permaisuri di Keraton Yogyakarta.”
Pada Sabtu sore (05/10), Sri Sultan Hamengku Bawono Ka 10 didampingi dengan GKR Bendara melakukan tur kuratorial di area pamer bersama dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah. Kunjungan kru media juga dilangsungkan sekaligus wawancara cegat oleh GKR Bendara. Agenda ini menjadi satu kesatuan, sebelum akhirnya berlangsung seremoni puncak pembukaan pameran dengan pemukulan kenong oleh Sri Sultan Hamengku Bawono Ka 10 di Bangsal Pagelaran, sesaat sebelum episode terakhir Wayang Wong lakon Darmadewa – Darmadewi digelar.
‘Parama Iswari: Mahasakti Keraton Yogyakarta’ menjadi jenama yang mampu mengukuhkan peranan permaisuri dalam beragam lini. Bahwa peran perempuan tidak hanya diletakkan pada strata kedua kehidupan masyarakat, namun mampu berperan dalam pembentukan peradaban. Di Keraton Yogyakarta, perempuan dituliskan secara esensial dalam beragam babad dan naskah. Mereka menempati posisi sebagai prajurit andal, pengelola keuangan, pelahir mode, hingga diplomat ulung.
Pameran ‘Parama Iswari’ terbentang dalam 9 babak kisah para permaisuri Keraton Yogyakarta. Pada bagian pertama, pengunjung memulai laku dengan sambutan ruang imersif cerita pengkerdilan wanita. Kemudian akan melanjutkan laku kuasa GKR Kadipaten yang begitu andal dalam keprajuritan Langenkusuma dan kesenian melalui perangkat gamelan Kanjeng Nyai Marikangen. GKR Sultan juga dikisahkan sebagai sosok diplomat ulung yang mampu menjadi garda kepulangan Sri Sultan Hamengku Buwono II dari pengasingan di Saparua.
GKR Kencana sebagai wujud kuasa politik akan menyambut pengunjung di Gedhong Sarang Baya, yang kuasanya diejawantahkan melalui kacu abrit. Pengelolaan keuangan menjadi salah satu yang perlu disoroti, dua pelanggengan permaisuri melalui GKR Ageng permaisuri Sri Sultan Hamengku Buwono VI dan GKR Kencana permaisuri Sri Sultan Hamengku Buwono VII menjadi pengatur dan pengelola keuangan dengan bijak dan terumpun.
Kehidupan mode juga turut berkembang karena uluran tangan permaisuri. Terlebih oleh GKR Kencana permaisuri Sri Sultan Hamengku Buwono VI yang mampu membuat ragam perhiasan para penari dan batik para sentana menjadi raya. Para putri dari Keraton Yogyakarta pun juga menjadi bunga elok nan harum bagi para bupati dan pangeran, hingga menduduki posisi permaisuri Susuhunan Paku Buwono X dan Adipati Mangkoenagoro VII.
Menutup langkah ruang pameran, Gusti Kanjeng Ratu Hemas sebagai permaisuri Sri Sultan Hamengku Bawono Ka 10 dikisahkan dalam empat figur. Baik itu sebagai seorang Permaisuri, Ibu, Politikus, dan berperan sosial melalui Reksa Diah Utami. Busana saat kirab jumenengan, lencana Bintang Mahaputera Utama, dan batik guratan langsung dari Ibu Win telah siap dipamerkan. Bersiaplah untuk mengarungi setiap babak dan susuri cerita para permaisuri andal melalui pameran akhir tahun, ‘Parama Iswari: Mahasakti Keraton Yogyakarta’.