Sesuaikan Zaman, Keraton Adakan Lokakarya Tata Naskah Persuratan

Kawedanan Hageng Panitrapura Keraton Yogyakarta menyelengarakan Lokakarya Penyelarasan Tata Naskah Paprentahan Surat pada bulan Desember 2024 di Bale Raos. Kegiatan yang dikelola oleh Tim Perencanaan Strategis (Renstra) keraton diikuti oleh seluruh kawedanan (divisi) dalam struktur Tata Rakit Peprintahan Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat terbaru berdasarkan Undhang Dawuh Dalem tahun 2022. Lokakarya dilaksanakan dalam dua angkatan, yang pertama untuk seluruh unit di bawah Kawedanan Hageng (KH) Panitrapura dan Kawedanan Hageng Punakawan (KHP) Nitya Budaya, tanggal 11-12 Desember 2024. Angkatan kedua diikuti seluruh unit dalam KHP Datu Dana Suyasa dan KHP Parasraya Budaya, tanggal 16-17 Desember 2024.

006

Penggunaan surat sebagai sarana komunikasi dan koordinasi aparatur pemerintahan di Keraton Yogyakarta terus berkembang. Persuratan yang digunakan sejak awal berdirinya Kesultanan umumnya menggunakan bahasa dan aksara Jawa. Penggunaan aksara latin dalam persuratan di Keraton Yogyakarta secara dominan baru dilakukan pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono IX (1940 – 1988). Selain sebagai media komunikasi, persuratan juga memiliki dampak lain sebagai produk hukum, alat bukti, dan juga penanda sejarah. Penyesuaian tata naskah persuratan sangat diperlukan untuk menjaga agar jalannya pemerintahan, khususnya pada era Sri Sultan Hamengku Bawono Ka 10 saat ini tetap relevan dengan situasi zaman.    

005

Penghageng KH Panitrapura GKR Condrokirono saat membuka lokakarya menegaskan bahwa kegiatan tersebut memiliki peran strategis dalam mengemban amanat Pasal 43 UUK 13/2012. Disebutkan bahwa, Gubernur selaku Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta dan/atau Wakil Gubernur selaku Adipati Paku Alam yang bertakhta berdasarkan Undang-Undang ini bertugas: a. melakukan penyempurnaan dan penyesuaian peraturan di lingkungan Kasultanan dan Kadipaten; b. mengumumkan kepada masyarakat hasil penyempurnaan dan penyesuaian peraturan sebagaimana dimaksud pada huruf a.

001

Selain menerima materi terkait sejarah persuratan di Kesultanan, para peserta lokakarya juga menggelar pameran mini aneka surat yang diterbitkan masing-masing kawedanan. Dalam kegiatan ini ditemukan berbagai inkonsistensi yang mendorong adanya perumusan kesepakatan untuk dijadikan acuan ke depan. Pada hari kedua kegiatan, para peserta berbagi pengalaman terkait pengarsipan surat dan menyusun rencana tindak lanjut. 

Nyi Mas Riya Yosowijayanti, Carik KHP Parasraya Budaya yang menjadi salah satu peserta lokakarya menyatakan, “Kegiatan ini baik sekali untuk melihat ke dalam, bagaimana kinerja (kawedanan) masing-masing selama ini dalam mengelola persuratan. Apalagi jika dibandingkan dengan kawedanan lain, akan kelihatan di mana letak perbedaannya.” Lebih lanjut, pedoman tata naskah persuratan akan dirangkai ke dalam satu buku, dan pedoman tata naskah produk hukum dalam satu buku terpisah. Pedoman tata naskah peprintahan surat disebut sebagai “buku biru”, dan pedoman tata naskah peprintahan produk hukum disebut sebagai “buku merah”. 

003