Memayu Hayuning Bawana, Sri Sultan Pimpin Reboisasi di Lereng Merapi
- 06-02-2025

Keraton Yogyakarta senantiasa konsisten merealisasikan kredo Memayu Hayuning Bawana, atau memperindah keindahan dunia. Salah satunya melalui reboisasi di kawasan barat Lereng Merapi. Agenda reboisasi ini dipimpin Sri Sultan Hamengku Bawono Ka 10 bersama dengan Pemerintah Daerah DIY, Senin (20/01) pagi di Nawang Jagad, Kaliurang, Sleman.
Adapun kawasan yang menjadi lokasi reboisasi ini sebelumnya mengalami kebakaran seluas 200 hektar yang disebabkan erupsi Merapi tahun 2010. Penanaman ini dilakukan untuk mengurangi kelangkaan air bersih yang mengalami peningkatan seiring terjadinya deforestasi, betonisasi, polusi hingga pemanasan global. Ada 3 jenis pohon langka yang ditanam, yaitu sawo kecik, kepel, dan pronojiwo.
Kepala Bebadan Pangreksa Loka, RM Gusthilantika Marrel Suryokusumo, selaku inisiator agenda ini mengungkapkan, permasalahan lingkungan harus senantiasa bisa diantisipasi sebelum terjadi. Pencegahan juga bisa diterapkan untuk menangani kemungkinan krisis air. Kegiatan ini melibatkan pemuda agama lintas agama, dan bergerak di bawah Bebadan Pangersaloka, dibawah naungan GKR Mangkubumi. Tugasnya adalah menanggulangi permasalahan lingkungan, di tengah tantangan dan perkembangan zaman.
Permasalahan yang paling krusial adalah bagaimana mengembalikan gunung sebagaimana fungsinya. Sesuai arahan Ngarsa Dalem, gunung bali gunung, atau gunung kembali menjadi gunung. Artinya, melestarikan lingkungan supaya kembali seperti peruntukannya. Air dan lingkungan ini adalah sumber kehidupan bersama. Permasalahan lingkungan ini biasanya tidak terlihat, sampai sudah terjadi. Ketika sudah muncul dan sudah terjadi, itu artinya sudah terlambat," ungkap RM Marrel.
Lokasi Nawang Jagad menurut RM Marrel dipilih karena merupakan destinasi wisata di lereng Gunung Merapi. Pada pandemi Covid-19 lalu, lokasi ini mendapatkan alokasi Bantuan Keuangan Khusus (BKK) Gubernur DIY tahun 2020-2021. Bantuan tersebut diharapkan agar destinasi di lereng Merapi tersebut dikembangkan menjadi wisata berbasis alam melalui konsep eco tourism dan green tourism.
Pengembangan destinasi yang sepenuhnya dikelola para pemuda Kaliurang itu sedari awal tidak mengubah bentuk alam. Menurutnya, semua dibiarkan sesuai dengan kontur alam pegunungan yang menawarkan keindahan alam dengan latar Gunung Merapi.
"Sekarang bisa memberikan hasil tidak hanya untuk dirinya sendiri tapi juga untuk lingkungan dan masyarakat sekitar. Wisata tidak harus membangun bangunan permanen, wisata tidak harus merusak bentang alam. Wisata bisa bersahabat dengan alam," tutup RM Marrel.
Di sisi lain, Penghageng Kawedanan Hageng Punakawan (KHP) Datu Dana Suyasa, GKR Mangkubumi mengatakan, pascaerupsi Gunung Merapi 2010, banyak sungai-sungai yang tertutup lahar. Alam di kawasan Gunung Merapi tiap tahun juga semakin rusak. Kurangnya sumber mata air terjadi tidak hanya karena lahar gunung, namun juga banyaknya aktivitas manusia yang merusak salah satunya pertambangan pasir.
Menurut GKR Mangkubumi, jika alam rusak, maka akan mempengaruhi elemen-elemen yang lain, misalnya saja gumuk pasir hingga air di sekitarnya. Belum lagi ditambah dengan aktivitas eksploitasi yang dilakukan oleh manusia.
"Kami ingin lebih banyak lagi pohon-pohon yang ditanam. Karena sejujurnya, sejak erupsi Merapi tahun 2010 yang agak besar itu banyak sekali sungai-sungai, dan aliran sungai yang tertutup. Nah, dengan penanaman yang semakin banyak ini, yang kemudian akan menimbulkan kembalinya sampai mengalir ke selatan. Mudah-mudahan dari teman-teman dari lintas agama bisa mengajak teman-teman lainnya untuk bersama-sama menanam yang lebih luas lagi,” jelas GKR Mangkubumi.
Menurut GKR Mangkubumi, sangat penting untuk merawat keseimbangan pada alam semesta. Masyarakat diimbau untuk jangan hanya memikirkan kepentingan sendiri dan sesaat. “Maka, meskipun giat tanam pohon yang dilakukan saat ini belum berdampak, namun bukan berarti tidak akan berguna. Target dan tujuannya adalah untuk target 1000 tahun ke depan,” tutupnya.