Labuhan Parangkusumo dan Labuhan Lawu, Doa dan Tapak Tilas Leluhur Keraton
- 25-02-2025

Setiap tanggal 30 Rejeb dalam kalender Sultan Agungan, Keraton Yogyakarta melangsungkan Hajad Dalem Labuhan, sebagai rangkaian puncak peringatan Ulang Tahun Kenaikan Takhta (Tingalan Jumenengan Dalem) Sri Sultan Hamengku Bawono Ka 10. Labuhan berasal dari kata labuh yang berarti membuang, meletakkan, atau menghanyutkan. Maksud dari labuhan ini sebagai doa dan pengharapan untuk membuang segala macam sifat buruk. Selama pelaksanaannya, Keraton Yogyakarta melabuh benda-benda tertentu yang disebut sebagai uborampe labuhan, umumnya didominasi oleh berbagai macam kain, busana, dan barang pribadi milik sultan.
Upacara labuhan dimulai dengan pemberangkatan uborampe oleh Mantu Dalem, yakni KPH Wironegoro, KPH Purbodiningrat dan KPH Notonegoro di Kagungan Dalem Bangsal Srimanganti, Kamis (30/01) atau 30 Rejeb Je 1958 pukul 08:00 WIB. Uborampe diserahkan kepada Abdi Dalem yang ngayahi (bertugas) untuk selanjutnya dibawa secara bersamaan menuju tiga tempat, sebagaimana yang diungkap oleh KRT Widyo Winoto, “Tahun ini keraton hanya melaksanakan labuhan di tiga tempat (Pantai Parangkusumo, Gunung Merapi dan Gunung Lawu). Baru tahun depan, karena bertepatan dengan tahun Dal (kalender Jawa), akan diselenggarakan di empat tempat, tambah satu lokasi di Dlepih, Wonogiri.”
Lokasi pertama yang dijadikan sebagai tempat labuhan yakni Pantai Parangkusumo. Utusan Dalem KRT Wijayapamungkas didampingi Mas Riya Condronuryanto, menyerahkan uborampe kepada Kepala Kundha Kabudayan Bantul Mas Riya Praja Setya. Selanjutnya, uborampe diterima Pengirit Abdi Dalem Juru Kunci Cepuri Parangkusumo Mas Wedana Surakso Jaladri di Kantor Kapanewon Kretek pada pukul 08:30 WIB.
Selepas agenda serah terima, segenap Abdi Dalem Juru Kunci Cepuri Parangkusumo melakukan pengecekan kelengkapan uborampe di Pendapa barat Kompleks Cepuri Parangkusumo. Sekitar pukul 11.00 WIB, prosesi labuhan yang dipimpin Juru Kunci Parangkusumo segera dimulai dengan melabuh pakaian-pakaian Sultan ke Samudra Hindia. Untuk kenaka (potongan kuku) dan rikma (potongan rambut) sultan ditanam di seputar batu gilang yang berada di dalam Kompleks Cepuri Parangkusumo.
Parangkusumo menjadi tempat labuhan, karena dahulu merupakan tempat yang dipilih Panembahan Senopati untuk bertapa, merenung dan memohon petunjuk kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar bisa menjadi pemimpin yang baik saat mula-mula mendirikan Kerajaan Mataram.
Sementara itu, upacara labuhan juga digelar di Gunung Lawu. Seminggu sebelum prosesi berlangsung, 12 Abdi Dalem Juru Kunci Gunung Lawu mempersiapkan jalur pendakian selama proses menuju Petilasan Hargo Dalem. Buka jalur dilakukan dengan membersihkan semak belukar dan pohon-pohon yang tumbang menutupi jalan.
Kamis (30/01), sekitar pukul 10:00 WIB, uborampe yang dilabuh terlebih dahulu diserahterimakan oleh Utusan Dalem KRT Rintoisworo didampingi KRT Condroprawirayuda, secara langsung kepada Pj Bupati Karanganyar Timotius Suryadi, S. Sos., M. Si di Rumah Dinas Bupati Karanganyar.
“Bagi pemerintah Kabupaten Karangnyar, (Labuhan Lawu) ini adalah satu langkah strategis untuk meningkatkan kerja sama antara pemerintah Kabupaten Karanganyar dengan Keraton Yogyakarta. Ini juga menjadi upaya kita dalam Memayu Hayuning Bawono dan menghargai sejarah yang ada. Kabupaten Karanganyar harus bangga menjadi salah satu pijakan peradaban Jawa yang berkembang di Surakarta dan Yogyakarta,” ungkap Timotius Suryadi, S. Sos., M.Si.
Seluruh uborampe kemudian diserahkan kepada segenap Abdi Dalem Juru Kunci Gunung Lawu dan didoakan dalam upacara Sugengan selepas Isya di kediaman Pengirit Abdi Dalem Juru Kunci Mas Bekel Surakso Hargo Lawu di Dusun Nano, Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah untuk kemudian dilabuh keesokan harinya.
Setelah berlangsung Sugengan, sebanyak 11 Abdi Dalem memulai pendakian pada Jumat (31/01) atau 1 Ruwah Je 1958 pukul 00:00 WIB. Juru Kunci Gunung Lawu Mas Bekel Surakso Hargolawu dan segenap rombongan tiba di Petilasan Hargo Dalem setelah melakukan pendakian kurang lebih 8 – 9 jam melalui jalur Mongkongan. Jalur tersebut merupakan tapak tilas yang pernah dilalui oleh Prabu Brawijaya V, raja terakhir Kerajaan Majapahit. Adapun uborampe yang dilabuh pada prosesi ini merupakan ubarampe Kasepuhan dan Kaneman.
Prosesi labuhan di Petilasan Hargo Dalem bergegas dimulai sekitar pukul 09:00 WIB. Usai melakukan prosesi dan doa, sekitar pukul 12:00 WIB iring-iringan segenap Abdi Dalem dan rombongan kembali turun membawa lorodan uborampe tahun sebelumnya untuk selanjutnya diletakkan di Sanggar Nano esok hari.
Setelah kepulangan, pada Sabtu (01/02) prosesi Labuhan Lawu ditutup dengan Sugengan Lorodan, yaitu prosesi menukar uborampe tahun lalu yang berada di Sanggar dengan uborampe baru untuk disimpan selama satu tahun ke depan. Purna prosesi Labuhan Lawu menandai selesainya seluruh rangkaian peringatan Tingalan Jumenengan Dalem.
Selain sebagai pelestarian ritual budaya, Labuhan sejatinya merupakan sebuah prosesi napak tilas sejarah. Prosesi Labuhan Parangkusumo dan Lawu dilakukan dengan melintasi jalur serta tempat-tempat yang memiliki keterikatan dengan leluhur, untuk menelusuri serta mengenang peristiwa yang pernah terjadi pada leluhur dari Kerajaan Mataram dan Keraton Yogyakarta pada masa lampau.