Peringatan Hari Penegakan Kedaulatan Negara, Ensambel Tiup Yogyakarta Royal Orchestra Meniupkan Jiwa Patriotisme
- 02-03-2025

Yogyakarta Royal Orchestra (YRO) kembali menyapa warga Yogyakarta. Dalam rangka peringatan Hari Penegakan Kedaulatan Negara atau yang dikenal dengan Serangan Oemoem 1 Maret, ensambel tiup YRO memainkan lagu-lagu perjuangan yang menggugah jiwa kebangsaan. Konser tersebut berlangsung Jumat (28/02) di kawasan Stadion Mandala Krida, memeriahkan gelaran Pasar Gedhe yang diadakan oleh instansi pemerintah dan swasta sejak 22 Februari hingga 1 Maret 2025. Pasar Gedhe menyajikan stan-stan UMKM, pameran lukisan, tosan aji, dan bonsai, serta diramaikan oleh pertunjukan kesenian daerah.
Tepat pukul 16.00 para paraga ensambel tiup yang berjumlah lima belas orang sudah siap di atas panggung. Mendung menggayut tak menyurutkan antusiasme ratusan penonton yang sudah menunggu. Mereka bergegas menuju depan panggung dan duduk lesehan begitu tahu pertunjukan akan dimulai.
Dengan busana khas berupa atasan bernuansa merah putih dan bawahan kain batik cokelat, korps Musikan Keraton Yogyakarta membuka konser dengan lagu Mars Bambu Runcing yang menerbitkan semangat, disusul Sabang Sampai Merauke dan Pada Pahlawan. Untuk sesi kedua, korps tersebut menyajikan Berkibarlah Benderaku, Berkibarlah Bendera Negeriku, Teguh Kukuh Berlapis Baja, dan Garuda Pancasila.
Di sesi terakhir Sepasang Mata Bola dan Bendera Merah Putih mengalun membius. Sebagai penutup, tim ensambel tiup mengajak penonton untuk berdiri dan bersama-sama menyanyikan Tanah Air. Nada dan syair yang penuh makna membuat penonton terhanyut dalam keharuan.
Meski yang ditampilkan adalah aransemen klasik, tidak ada suasana formal seperti pertunjukan musik klasik pada umumnya. Tempat pertunjukan yang terbuka serta pembawa acara yang berkomunikasi dengan cair membuat semua orang dapat bergembira dan bahkan tertawa bersama.
Korps Musikan Ensambel Tiup
Dalam pentas kali ini, instrumen tiup yang dimainkan cukup beragam, antara lain terdapat terompet, saksofon, french horn, tuba, dan trombon, ditambah dua instrumen perkusi, yaitu snare dan bass drum.
Mas Penewu Widyoyitnowaditro yang bertindak sebagai arranger dan konduktor mengemukakan bahwa konser ensambel tiup semacam ini masih jarang di Indonesia. Meski waktu persiapannya terhitung singkat, hanya satu minggu, ia tidak menemukan kendala berarti. Ini dimungkinan karena seluruh paraga merupakan pemusik profesional. “Kebetulan semua lagu sudah pernah dimainkan (di pentas-pentas sebelumnya), jadi tidak begitu mengalami kendala,” jelasnya.
Dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta yang sudah lama menjadi Abdi Dalem Musikan ini merasa senang saat melihat para penonton yang rata-rata anak muda menikmati pertunjukan. Biasanya, apresiasi terhadap pentas musik semacam ini masih kurang. “Merupakan kebanggaan bagi saya bahwasanya penonton bisa menikmati lagu-lagu Indonesia yang dikemas dalam musik klasik.”
Sementara itu, Mas Lurah Widyotantomardowo dari Abdi Dalem Musikan, menyatakan waktu persiapan yang terbatas menjadi tantangan tersendiri. Namun, karena tim produksi sudah berpengalaman, tantangan itu dapat diatasi. “Biasanya kami tim produksi, begitu dapat dhawuh dan sudah tahu formatnya, kami langsung (bergerak). Karena waktunya mepet, kami gerak cepat. Saya menyusun sprint sheet untuk dapukan paraga-nya. Yang penting sudah dapat.” Setelah repertoar dipilih oleh Pengageng Kridhamardawa KPH Notonegoro, mereka segera menetapkan jadwal geladi, survei lokasi, membuat stage plot, merinci kebutuhan, hingga mengurus hal-hal teknis seperti transportasi.
Ia menyatakan tak ada kesulitan yang berarti. “Sudah beberapa kali (saya) dapat dhawuh untuk jadi timpro, jadi secara adminstrasi, SOP sudah (mengerti). Timnya juga solid, YRO dan Kridhamardhawa. Setelah ada dhawuh yang jelas dari Kanjeng Pangeran Notonegoro, kita disposisikan ke masing-masing, semua pasti akan jalan,” ujar Mas Lurah Widyotantomardowo yang juga dipercaya sebagai pimpinan produksi.
Bagi Mas Lurah Widyotantomardowo yang bergabung dengan korps Musikan sejak 2021 ini semua konser YRO istimewa. “Setiap konser YRO itu nggak pernah sepi. Selalu istimewa sehingga kami selalu menyajikan yang paling maksimal,” ungkap Abdi Dalem yang juga sebagai Dosen Seni Musik ISI Yogyakarta.
Antusiasme penonton ia akui memberi semangat tersendiri. “Memang luar biasa antusiasme masyarakat Jogja. Penonton itu luar biasa. Kemudian mereka juga aktif kerso untuk bernyanyi bersama. Itu memberikan energi bagi kami tim produksi dan paraga untuk memainkan yang katakanlah 300% dari persiapan,” tutup Mas Lurah Widyotantomardowo.
Ia membocorkan bahwa 2025 akan menjadi tahun yang padat dan luar biasa untuk YRO. Mereka akan menampilkan konsep-konsep pertunjukan baru yang belum pernah ada sebelumnya. Yang pasti, repertoar yang disajikan tidak akan meninggalkan identitas YRO dan musik Jawa.
Sambutan Positif
Arman, mahasiwa asal Yogyakarta, yang sore itu menonton bersama teman-temannya menyatakan kesukaannya pada Yogyakarta Royal Orkestra. Ia sudah beberapa kali menyaksikan pertunjukan korps musik ini. “Karena saya suka dengan orkestra, mengingat di Indonesia kan jarang sekali.” Pertunjukan sore itu pun meninggalkan kesan positif padanya. “Menurut saya bagus, sih karena pilihan lagunya meningkatkan semangat patriotisme.” Ia pun berharap di masa mendatang penampilan YRO akan lebih variatif lagi, “Mungkin ada gebrakan baru yang menarik sehingga lebih banyak lagi orang yang berminat menyaksikannya.”
Sementara itu, penonton lain, Muhammad Aghis Asyakandari (18), mahasiswa UGM, juga terkesan dengan penampilan ensambel tiup YRO, “Semuanya (repertoar) favorit. Bagian yang paling menyentuh bagian paling akhir, kita berdiri bersama dan menyanyikan lagu Tanah Air.”
Ia berpandangan bahwa pementasan YRO penting bagi generasi muda agar mereka berminat untuk turut melestarikan budaya setempat, khususnya di Yogyakarta.