Keraton Yogyakarta Gelar Prosesi Hajad Dalem Malem Selikuran Jimakir 1954
- 04-05-2022
Memasuki 10 hari terakhir bulan Ramadan, Keraton Yogyakarta menggelar prosesi Malem Selikuran untuk menyambut malam Lailatulqadar. Agenda Malem Selikuran digelar pada 20 Ramadan/Pasa, Jimakir 1954, tahun ini bertepatan dengan Minggu Pon, 2 Mei 2021. Malem Selikuran berasal dari bahasa Jawa, malem yang berarti waktu malam dan selikur yang berarti dua puluh satu. Dua puluh satu merujuk pada tanggal 21 Pasa, yang menjadi hari pertama dari sepertiga akhir bulan puasa.
Prosesi Malem Selikuran digelar di Bangsal Srimanganti pada pukul 17.00 WIB. Prosesi dibuka oleh Wakil Penghageng Parentah Hageng KPH Yudahadiningrat dan dihadiri perwakilan Abdi Dalem dari masing-masing tepas atau kawedanan di keraton, juga Abdi Dalem Kanca Kaji dan Suranata yang bertanggung jawab pada kegiatan keagamaan. Semua Abdi Dalem yang hadir diwajibkan melaksanakan protokol kesehatan dengan ketat dan menjaga jarak serta mengenakan masker.
Sesaat setelah dibuka, Mas Lurah Ngabdul Wahab mengawali waosan (pembacaan) ayat suci Al-Qur’an dengan Surat Al-Fatihah dan Surat Al-Baqarah: 127-129, selanjutnya KRT Zhuban Hadiningrat memberikan tausiah tentang keutamaan malam Lailatulqadar.
KRT Zhuban Hadiningrat menjelaskan bahwa selikur sebagai sing linuwih ing tafakur. Tafakur dimaknai usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah, sehingga sing linuwih ing tafakur diartikan sebagai ajakan untuk lebih giat mendekatkan diri pada Allah dengan ibadah pada sepuluh hari terakhir Ramadan. Tradisi Malem Selikuran diyakini sudah ada sejak dakwah Wali Sanga dan masih lestari di Kasultanan Yogyakarta.
Sembari menunggu waktu magrib, waosan ayat suci Al-Qur’an kembali diteruskan dengan membaca surat Al-Qadr dan surat-surat pendek lainnya. Jelang kumandang azan magrib, waosan ayat suci Al-Qur’an selesai dan ditutup dengan doa kesejahteraan untuk Sri Sultan, keluarga serta para Abdi Dalem.
Tiba waktu berbuka, para Abdi Dalem menerima jamuan buka puasa berupa secangkir teh yang disajikan oleh Abdi Dalem Patehan. Tidak lama setelah itu, prosesi Malem Selikuran diakhiri dan para Abdi Dalem membubarkan diri sembari membawa sedekah berupa nasi berkat.
Selain acara di Bangsal Srimanganti, Abdi Dalem Keparak menyalakan lilin-lilin saat matahari mulai terbenam pada tanggal 21 Pasa dan tanggal-tanggal ganjil berikutnya. Lilin-lilin tersebut diletakkan di sudut-sudut tertentu dalam kompleks Kedhaton sebagai perlambang penerang bagi jiwa yang pulang. Saat malam Lailatulqadar juga dipercaya pintu-pintu surga terbuka dan arwah para leluhur datang berkunjung.
Malem Selikuran utamanya menjadi momentum peringatan saat Kanjeng Nabi Muhammad SAW menerima wahyu Al-Qur’an. Selain itu waktu ini memiliki keutamaan yang bernilai lebih baik dari seribu bulan. Prosesi ini juga merupakan kegiatan Kasultanan Yogyakarta sebagai kerajaan Islam untuk menyebarkan agama Islam di tengah-tengah masyarakat.
Selama bulan puasa, gamelan milik Keraton Yogyakarta untuk sementara waktu tidak dibunyikan. Sebagai gantinya diadakan waosan Macapat di emper Bangsal Kencana oleh Abdi Dalem Lebdaswara KHP Kridhomardowo secara bergantian. Sekitar sembilan Abdi Dalem tersebut melantunkan tembang Macapat dari manuskrip Babad Tanah Jawi dan Babad Giyanti mulai pukul 20.00 hingga 24.00 WIB. Tahun ini waosan Macapat dilakukan pada tanggal 12, 15, 18, 20, 22, 25, 29 April, dan 2, 6, 9, 12 Mei. KMT Projosuwasono menjelaskan tradisi waosan Macapat ini sebagai sarana mengharap berkah dengan membaca kembali sejarah para leluhur sekaligus menghidupkan suasana malam Lailatulqadar.